Menggenggam Dunia : Bukuku Hatiku Catatan Seorang Avonturir


Buku ini adalah karya fiksi kedua dari gola gong, setelah perjalanan asia yang kemudian diterbitkan kembali dengan judul the journey. Di cover buku ini ada sebuah pendapat dari majalah matabaca yaitu “buku ini, menyadarkan kita untuk tetap semangat menjalani hidup yang tidak akan pernah kita tahu ujung akhirnya”. 

Sesuai dengan judulnya, dunia itu sebenarnya sudah di petakan ke dalam lembaran-lembaran buku. Oleh sebab itu, bagi kita yang ingin menggenggam dunia, maka perlu bagi kita untuk banyak membaca dan mengendapkan hasil bacaan kita itu ke dalam memori kita. 

Melalui buku ini, Gola gong mencoba untuk menyalurkan energi positif kepada kita yang membaca buku ini. Bahwa kehidupan ini bukan untuk disesali namun untuk dibentuk sesuai dengan kemampuan kita. Apapun yang dapat kita berikan untuk membentuk hidup itu, harus kita kerjakan. Karena seperti dalam sebuah ungkapan ornag bijak bahwa kehidupan itu tidak mengenal siaran tunda. Artinya kehidupan itu akan terus berjalan, walaupun kita tidak mengisinya dengan pekerjaan yang positif. Kehidupan itu seperti roda yang berputar, siapa yang tidak terus berputar, maka ia akan terlindas roda zaman itu sendiri.

Terkait dengan kebiasaan membaca, gola gong memiliki tesis tersendiri, bahwa kebiasaan itu akan terbangun dengan baik, jika sejak di rumah, si anak telah dikenalkan dan berkenalan dengan dunia buku. Tentunya peran orang tua sangat strategis dalam membangun kebiasaan membaca ini.

Ada banyak keuntungan yang akhirnya akan di dapat dengan kebiasaan membaca yang dibangun dari sejak dini. Salah satu yang terpenting adalah kebiasaan membaca akan memberikan atau membentuk kepercayaan diri pada diri si anak. Ibarat orang yang berpergian dan ia telah membaca bekal yang banyak, maka ia tidak akan menemui kesulitan dalam perjalannya. 

Dalam buku ini gola gong mencoba untuk menceritakan pengalamannya dengan buku. Terutama setelah ia mengalami kecelakaan yang menyebabkan tangannya harus di amputasi hingga siku. Sejak ia berumur 11 tahun ia harus menjalani hidup dengan status baru : orang cacat. 

Pada awalnya, Gola Gong mengalami sebuah tekanan dalam diri yang sangat berat, karena harus menjadi orang yang “berbeda” dengan lingkungannya. Namun, orang tuanya menyadari kegelisahan yang dialami oleh Gola Gong kecil. Untuk membangun kepercayaan diri Gola Gong yang akan segera kembali menikmati masa kanak-kanaknya, orang tuanya mengajak Gola Gong kecil “membaca” lingkungan, membelikan banyak buku, dan memperkenalkan berbagai hal yang membuatnya lebih unggul dari teman-temannya. Justru saat ia kembali ke lingkungannya dan kembali bergaul dengan teman-temannya, Gola Gong justru tampil sebagai sosok yang dominan karena mengetahui banyak hal. Jurang psikologis antara Gola Gong dan teman-temannya yang normal berhasil dikikis dengan pengetahuan yang ia miliki. Satu hal yang perlu dicatat, bahwa semua itu terjadi karena gola gong membaca, baik buku maupun lingkungannya.  

Dalam buku ini juga, Gola gong menceritakan tentang sebuah cita-citanya. Cita-cita menjadikan daerahnya, Banten yang lebih maju dalam hal pengetahuan, budaya literasi dan kesadaran untuk belajar dan belajar di kalangan anak mudanya. Satu hal yang gola gong yakini bahwa pemuda adalah asset paling berharga yang dimiliki sebuah bangsa, jika rusak pemudanya maka Negara tersebut hanya tinggal menunggu mati digilas roda zaman yang terus berputar. Negara tanpa pemuda yang tangguh hanya akan menjadi bulan-bulanan Negara lain. 

Untuk itulah gola gong membangun sebuah learning center di rumahnya. Tempat itu dinamakan Rumah Dunia. Di rumah dunia, para pemuda, anak-anak belajar bersama bagaimana membaca, menulis, teater, membaca puisi, dan lain-lainnya. Berawal dari sebuah mimpi/ cita-cita, sekarang Rumah Dunia telah banyak melahirkan penulis-penulis handal di tingkat banten maupun tingkat nasional. Sebuah prestasi yang dibangun dari sebuah mimpi / cita-cita. Dan untuk mewujudkan itu semua, gola gong membutuhkan waktu yang tidak singkat, perlu beberapa tahun untuk melihat hasilnya seperti saat ini. Pengorbanan waktu dan harta yang tidak sedikit, namun kekuatan mimpi membangun banten itulah yang terus menggerakkannya membangun rumah dunia. 

Pada bagian lain di buku ini, gola gong bercerita tentang perjalananya mengelilingi Indonesia. Ia teringat pesan bapaknya bahwa, sebelum engkau mengelilingi dunia, kenali dulu seluruh kota di negerimu ini. Melalui cerita ini, gola gong ingin memberikan sebuah petunjuk bahwa kita harus punya mimpi dan keinginan kuat untuk mewujudkannya. Hidup bukan Cuma angan-angan, namun harus diisi dengan pekerjaan nyata. Gola gong pernah bermimpi mengelilingi dunia, dan satu demi satu mimpi itu ia wujudkan, salah satunya dengan mengelilingi Indonesia. 

Lewat buku ini, kita akan merasakan energi besar yang dimiliki gola gong dalam menyampaikan ide-idenya tentang proses pembangunan mentalitas belajar. Melalui kelima jarinya gola gong seperti tidak pernah kehilangan energi untuk terus menyusun kata-kata. Boim lebon pernah bercerita sewaktu pernah tinggal di rumah kos yang sama. Tiap malam gola gong tidak henti-hentinya mengetik, menyusun kata-kata dengan mesin tiknya. ”Bunyi mesin tik gola gong, ibarat alunan indah yang membakar semangat kami untuk terus menulis dan menulis. Gola gong yang dalam keadaan ’cacat’ saja dapat terus menulis, kami yang normal masa’ sih gak bisa.” begitu kenang Boim.

1 comment:

  1. wew... selera buku kita sama spertinya. Mulai dari karya2 golagong, Ronggeng duku paruk, 40 days in europe, jarang yg tau Ronggeng Dukuh Paruk. Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta toer, sudah bacakah? Recomended. Karya klasik yang apik.

    ReplyDelete

terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat