MENJAGA TEMPO

Aku membaca buku yang ditulis John Wood, seorang executive di perusahaan yang bernama Microsoft. Judulnya, “Leaving Microsoft, To Change The World”, dan buku ini belum selesai ku baca. Namun ada beberapa catatan awal yang mungkin perlu kita pelajari bersama.

Aku baru sampai di Bab 5(lima) ketika si John sedang mengantar buku-buku untuk anak-anak di kaki pegunungan Himalaya, Nepal. Ada satu kata kunci yang ku temukan dari beberapa lembar kisah john di buku ini. Kata kunci itu adalah “OPTIMIS”. Sekali lagi OPTIMIS.

Optimisme ini terlihat dari kepercayaan diri John saat mendapatkan tugas menyusun strategi pemasaran (karena john adalah direktur pemasaran Microsoft Asia), untuk system e business atau bisnis elektronik atau sekarang lebih di kenal sebagai bisnis online. Pesaing utama Microsoft, IBM, telah menggelontorkan dana miliaran dolar amerika untuk memenangkan pasar. Dan john mendapatkan tantangan itu dari direktur pemasaran Microsoft. John berkata kepada pimpinannya yang sudah terlihat ketakutan itu dengan sebuah kalimat, “Anda tenang saja, kita akan memenangkan pertarungan ini.” Dan terbukti dalam tempo setahun, mereka memenangkan persaingan dengan IBM.

Aku jadi bertanya, “Mengapa orang-orang di barat sana, lebih percaya diri, lebih optimis dan kepercayaan diri mereka (dari satu orang) akan terus menular kepada orang-orang di sekitarnya. Sedangkan banyak di antara teman-temanku (dan termasuk aku sendiri) sulit untuk menjaga kepercayaan diri dan rasa optimis secara kontinu”

Temanku menjawab, “itu semua karena mereka mampu MENJAGA TEMPO, tempo dari optimisme mereka, tempo kepercayaan dirinya, tempo pikiran positif-nya. Dalam artian mereka menjaga tempo itu pada kisaran yang stabil.”

Kata kunci kedua yang ku temukan, “STABIL”. Mereka-mereka itu (orang-orang seperti John Wood) telah berhasil menciptakan suasana hati dan pikiran optimis pada tempo yang stabil. Memang ada fluktuasi, namun mereka mampu terus menjaga agar saat kondisi semangat sedang turun, mereka dapat segera tersadar dan kembali pada jalur yang sebenarnya.

Hal yang berbeda terjadi pada diri kita di Indonesia (Tidak Semua), kita terkadang kesulitan untuk menjaga kondisi optimisme pikiran dan jiwa kita pada level yang senantiasa/ relative sama di setiap waktu. Dari hasil diskusi dengan teman-teman, aku mencatat bahwa kondisi ini terjadi karena lingkungan yang kurang mendukung dan kondisi spiritual pribadi banyak orang mau berusaha untuk optimis, namun lingkungannya tidak mendukung perubahan kondisi jiwanya bahkan cenderung meremehkan dan merendahkannya. Sehingga ia-pun “malu” untuk berpikir berbeda.


Untuk itu perlu bagi kita untuk menjaga kondisi pikiran dan jiwa kita untuk terus optimis dan berpikir positif. Caranya adalah carilah lingkungan yang dapat menjaga kondisi jiwa dan pikiran kita untuk terus optimis dan positif. Lingkungan yang buruk kurangi atau mungkin tinggalkan.

Hidup Penuh Dengan Pilihan-Pilihan

Life is choise adalah jargon yang sering kita dengar. Sepanjang usia,kita akan dihadapkan pada banyak persimpangan. Dan kita di haruskan untuk memilih persimpangan mana yang akan dilalui. Setiap kita pernah tahu apa yang akan terjadi jika kita memasuki sebuah persimpangan jalan, sampai akhirnya kita melaluinya. Setelah melalui persimpangan itulah kita akan mengetahui jawaban dari pertanyaan kita masing-masing sesaat sebelum memasuki persimpangan tersebut. Pertanyaan itu adalah “apa yang akan terjadi jika aku memilih persimpangan ini?”


Pilihan kita terhadap jalan yang akan di lalui akan menentukan masa depan hidup kita. Masa depan hidup kita hanya ada 2 (dua) kemungkinan, pertama adalah kebahagiaan dan yang kedua adalah kesengsaraan. Salah dalam memilih jalan hidup akah berakibat pada kesengsaraan. Begitu juga sebaliknya, jika pilihan kita benar, maka kebahagiaanlah yang akan kita rengkuh.


Hidup ini seperti labirin hanya ada satu jalan yang benar dan berujung pada kebaikan. Selebihnya hanya jalan-jalan tipuan yang hanya akan menyesatkan dan membuat kita tidak menemukan ujungnya. Persimpangan-persimpangan jalan ini adalah sebuah ketetapan dari Tuhan untuk menentukan manusia mana yang lulus dalam ujian kehidupan dan manusia mana yang gagal dalam ujian kehidupan.


Kita sebagai manusia pasti pernah dan akan “salah” dalam memilih di antara dua persimpangan jalan. Kesalahan itu bukan aib (sesuatu yang memalukan). Karena setiap pilihan pasti memiliki resiko, resiko pilihan itu benar, dan resiko bahwa pilihan itu salah. Penting untuk dicatat bahwa jadikan kesalahan-kesalahan itu sebagai sarana pembelajaran bagi kita untuk tidak lagi melakukan kesalahan-kesalahan selanjutnya. Jika kita mau mengambil manfaat dari kesalahan-kesalahan itu, kita akan menjadi pribadi yang tangguh saat dihadapkan pada kesulitan/ pilhan-pilihan selanjutnya. Begitu juga sebaliknya, jika kita tidak segera mengambil pelajaran dari kesalahan-kesalahan masa lalu kita, maka kita hanya menjadi “pecundang” yang senantiasa berbuat kesalahan demi kesalahan.


Terakhir, jangan pernah lupa untuk terus berdoa dan membangun sikap berserah diri kepada Zat yang menguasai kehidupan setelah kita berusaha dan membuat pilihan-pilihan dalam hidup. Berdoa agar pilihan atau usaha yang kita buat ini akhirnya akan menjadi pilihan dan usaha terbaik bagi kita. berserah diri atas hasil pilihan dan usaha yang telah kita lakukan tersebut. Kalaupun hasilnya tidak sesuai harapan, jangan berputus asa, mungkin belum saatnya. Selanjutnya lakukan usaha yang lebih baik lagi

Apa..?

Tanpa Kata, Aku atau Kau Pergi?

Lalu kemana rajut kisah yang sudah kita untai

Terbang bersama angin...?

Luluh bersama matahari...?

atau....

Hanyut terseret arus?


Teman,...

Kata bukan huruf terangkai, kata itu... rasa

rasa kita yang terpahat di dinding-dinding jiwa.

tuk memakna bahwa dakwah harus di Cintai...

sedangkan CINTA perlu PENGORBANAN....

-none-

Merajut asa tuk kekasih hati


Maka biarkan aku melukis sukma


Biar ada slalu warna dalam setiap lipatan cerita


Biar hilang gundah


Biar hilang sedih dari jiwa


Hingga bahagia tak hanya bayang


Polpoke, 31 January 2009, 14:17:4

sms dari Rajab Polpoke, 31 januari 2009 lalu

Sempit dan Mesti Dipaksa



Jadi Baik Kadang Perlu di Paksa
Semakin di batasi, semakin kreatif. Semakin banyak jalan baru yang sebelumnya tidak terpikirkan menjadi terbuka. Banyak ide-ide baru justru muncul saat ruang gerak kita dipersempit, dibatasi, dan dihalang-halangi.

Aku melihat, sekarang semakin banyak iklan produk dari tembakau yang semakin hari semakin kreatif. Saat ada pembatasan tidak menunjukkan produknya, justru di sanalah mereka menemukan banyak ide baru untuk mengiklankan produk mereka dengan jargon-jargon yang mudah diingat oleh pelanggannya. Aku betul-betul salut dengan ide-ide brilian yang akhirnya muncul saat pembatasan akan iklan produk tadi semakin ketat.

Memang kadang-kadang otak manusia itu harus dipaksa untuk memunculkan ide-ide brilian. Perlu ciptakan kondisi pemaksaan. Banyak mahasiswa yang justru di akhir semester baru belajar, system kebut semalaman, dalam keadaan terjepit itulah muncul ide-ide yang “cemerlang” agar besok dapat menyelesaikan ujian dengan baik. Aku memiliki teman yang sudah hampir putus asa dengan mata kuliah ekonomi teknik. Dia sudah hampir menyerah dari mata kuliah tersebut, ditambah lagi dia sudah 5 kali tidak masuk kuliah. Namun, dengan keringan dari dosennya, ia boleh ikut ujian semester jika ujian mid semesternya mendapatkan hasil memuaskan. Ia yang sudah suntux abis, matakuliah yang menurutnya sulit untuk dipahami ditambah sudah separo pertemuan tidak masuk.

Namun, di saat itulah ia mendapatkan ide untuk belajar dengan orang-orang yang paham ekonomi teknik secara private. Mungkin saja mereka-mereka yang paham ini punya cara mudah untuk memahami ekonomi teknik ini, terutama konsep bunga uang yang mirip-mirip itu. Temanku ini mencari anak-anak Teknik Industri yang mempelajari ekonomi teknik agak banyak. Dalam tempo sehari diselesaikan pelajaran dari awal semester hingga mid semester. Saat ujian selesai dan hasilnya keluar, ia justru mendapatkan nilai 100, sempurna.

Selanjutnya saat di ujian akhir ia kembali datang ke anak industri tadi, dan belajar secara private lagi. Dengan dasar yang ada di awal hingga mid semester, untuk persiapan ujian akhir tidak begitu sulit. Ujian berakhir, katanya ujian dapat diselesaikan dengan baik. Untuk nilai akhir ia belum tahu. Setelah beberapa hari kemudian, ia datang ke anak Industri itu dan berkata, “Bang, gagal ane dapet nilai B+… di ekotek (ekonomi teknik)”. “Lho kok?” tanya anak industri yang mengajarinya. “Iya… gagal dapat B+ karena dapat nilai A untuk ekotek, Syukron ya bang…” jawabnya sambil tersenyum. Si anak industri tadi sibuk dengan pikirannya sendiri, “Dulu aku hanya mendapatkan nilai B+ untuk mata kuliah ini. Namun sekarang aku berhasil mengajarkan orang lain dan ia dapat nilai jauh lebih baik.”

Itulah, kadang menjadi baik itu perlu sedikit paksaan. Tentunya paksaan yang positif dan di bantu dengan motivasi diri yang kuat. Tanpa itu agak sulit juga mendapatkan hasil yang positif.