B - B = 0

Baru sekarang aku merasakan bahwa dengan Membaca membuat hidup ini lebih hidup, seperti mendapatkan energi yang tidak pernah kering, terus bersemangat, serasa ingin hidup selamanya. Setiap deretan kata-kata itu memiliki energi, dengan membaca kita menyerap energi itu ke dalam tubuh kita.

(Ibnu Adam Aviciena/ Penulis)

Ada hal yang menarik saat saya membaca rumusan di atas, “B – B =0.” Ada apa dengan formula ini, mengapa begitu menarik perhatian saya? Hampir disetiap sudut kampus USU ada spanduk yang berisi slogan ini (B-B = 0). Ada dua makna yang saya dapatkan dari rumusan ini. Secara denotatif, rumus ini adalah benar adanya. Dua variabel yang memiliki nilai sama, jika dikurangi hasilnya adalah nol. Sedangkan secara konotatif, rumusan ini memiliki makna yang cukup dalam. Dan saya mendapatkannya saat pameran buku di Fakultas MIPA USU. Maknanya adalah “Belajar tanpa Buku adalah Omong kosong.” Kalau boleh saya tambahkan, Buku tanpa Baca adalah Omong Kosong pula. Rumusan ini harusnya ditulis di setiap tempat guna mengingatkan anak-anak muda Indonesia untuk belajar, belajar dan belajar sepanjang hidup mereka.

Banyak orang yang pernah saya temui, ada yang senantiasa belajar, membaca, dan tidak sedikit yang malas belajar. Di antara mereka terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Seperti dua kondisi cerah dan mendung. Bagi yang senantiasa belajar “cerah” adalah kondisi yang akan mereka lewati dan “mendung” adalah kondisi untuk mereka yang “malas” belajar.

Belajar tidak hanya apa yang kita dapatkan di bangku sekolah. Banyak pelajaran-pelajaran yang kita dapatkan dalam kehidupan. “Universitas Kehidupan.” Untuk mereka yang terus belajar dari kehidupannya adalah orang yang terus tumbuh dan tumbuh. Pengetahuan baru akan terus mengalir ke dalam kepala mereka. Sedangkan untuk mereka yang malas, satu-persatu ilmu yang ada di kepala mereka akan rontok, berguguran seperti daun jati yang meranggas di musim panas. Sampai akhirnya ia habis dan mati.

Saya pernah mengikuti sebuah lembaga pelatihan, di dalamnya kami diharuskan untuk terus membaca dan membaca. Istilah itu kami sebut sebagai membangun referensi. Tidak hanya dinikmati sendiri, hasil membaca itu kami bagikan untuk teman-teman lain. Sharing pengetahuan di antara kami, saling mengisi dan ini akan membuat kita terus menjadi kaya akan pengetahuan. Akhirnya kita akan banyak memiliki amunisi dalam menjalani kehidupan.

Steven Covey mengatakan dalam bukunya bahwa, “proses membaca” kita hanya berlangsung selama kita berada pada jenjang pendidikan formal saja. Habis setelah masa pendidikan formal itu, maka habislah proses membaca kita. Sesaat setelah kita menerima STTB (Surat Tanda Tamat Belajar), maka “tamat”lah proses belajar dalam kehidupan kita. Kita seperti lepas dari penjara yang mengungkung kita dengan deretan kata-kata dan untaian rumus-rumus. Lanjut Steven Covey, kita lebih senang menonton televisi.

Banyak sekali keuntungan yang akan kita dapatkan dari membaca, kesemua itu mungkin tidak kita rasakan sekarang, tapi nanti akan kita rasakan betapa membaca itu akan banyak membantu kita. Akan banyak rumus atau jurus dalam menjalani kehidupan.

Kehancuran suatu bangsa dimulai ketika pemudanya berhenti belajar (membaca). Karena ke depan bangsa ini akan dibangun oleh orang-orang yang bingung harus berbuat apa. Pada akhirnya bangsa ini akan tenggelam, karam ditengah-tengah lautan persaingan global yang menuntut setiap bangsa untuk dapat bersaing, minimal mampu bertahan dalam kerasnya arus persaingan belakangan ini.

Hanya orang yang memiliki persiapan matanglah yang akan selamat dalam persaingan global. Bagi yang malas selamat tinggal.

*) Penulis adalah Mahasiswa Teknik Industri USU,

Anggota KAMMI USU

Medan, 14 Desember 2004.

Direvisi 3 Desember 2006

No comments:

Post a Comment

terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat