DOBRAK!!

Pembuka

Sekitar 40 orang siswa sedang berkumpul di sebuah ruangan. Saat ini mereka sedang memusatkan pikiran mereka kepada sebuah titik. Di tengah-tengah mereka, berdiri seorang instruktur yang terus meminta mereka untuk memusatkan pikiran. Instruktur meminta setiap peserta untuk mengumpulkan semua kelemahan yang ada pada diri mereka ke satu titik. “Bayangkan semua kelemahan diri anda berkumpul di satu titik.” Setelah beberapa saat instruktur meminta peserta untuk berteriak sekeras-kerasnya dan loncat setingginya. “Pecahkan semua kelemahan yang sudah anda kumpulkan tadi.” Seluruh peserta mengikuti instruksi dari instruktur. Mereka berteriak dan meloncat berusaha memecahkan bulatan besar dalam pikiran mereka yang berisi kelemahan pada diri mereka. Apa yang dilakukan para siswa di ruangan itu adalah awal dari rangkaian pelatihan kepemimpinan siswa di Lampung.

Peserta pelatihan ini adalah calon pemimpin masa depan Lampung. Di awal terlihat sulit sekali peserta untuk melawan kelemahan dari dirinya. Dan cara ini ternyata berhasil menghancurkan dinding tebal yang menyekat diri peserta. Mereka lebih rileks saat mengeluarkan ide-ide. Sebuah kata kunci yang ditanamkan kepada peserta adalah DOBRAK KETERBATASAN. Dobrak saja! Jangan pernah ragu, siapa tahu dinding yang menjulang di depan kita adalah dinding kertas yang dapat kita hancurkan dalam sekali terjang. Selama ini yang ada adalah sugesti diri bahwa setiap dinding yang ada di depan kita adalah dinding beton yang tidak akan pernah mampu kita hancurkan.

Ya! Dobrak Keterbatasan yang ada pada diri kita agar keluar semua potensi yang ada dalam diri kita. Lihatlah seseorang yang dikejar Anjing dapat melompati pagar yang tinggi. Kadang potensi diri itu muncul setelah mendapat pemicu alias saat kita dalam keadaan tidak sadar. Sedangkan pada saat kita sadar, sulit sekali rasanya untuk berbuat sesuatu yang Wah!

Semangat untuk berbuat lebih yang akhirnya dilakukan para peserta pelatihan tadi terjadi setelah mental juara dalam diri mereka keluar. Mentalitas juara inilah yang mengubah seorang pemalu menjadi pemberani, orang lemah menjadi kuat dan seterusnya. Dan hingga pelatihan selesai, seluruh peserta memberikan kontribusi pemikiran yang luar biasa. Kontribusi yang di awal sangat sulit untuk dikeluarkan, akhirnya dapat keluar dengan lancar.

Nasib bangsa

Masalah mentalitas ini yang sekarang sedang menggerogoti bangsa ini. Padahal Mental yang kuat adalah sumber bahan bakar yang tidak pernah habis dalam bergerak. Bergerak menuju arah yang lebih baik. Kita lihat yang terjadi pada Piala Dunia 2006 di Jerman. Tim-tim besar yang begitu tangguh di penyisihan group, namun di babak knock out, mereka belum memiliki mental yang cukup tangguh untuk menembusnya.

Bangsa Indonesia bukan tanpa potensi, banyak sekali potensi terpendam. Hanya saja untuk membangunkannya diperlukan waktu yang agak lama. “Indonesia masih ada.” Salah seorang pejabat di lingkungan Menteri Pendidikan berkata saat menyambut tim Olimpiade Fisika Indonesia. Tim yang berhasil membawa pulang mendali Emas pada perlombaan tingkat internasional itu.

Satu hal yang perlu dicatat adalah konsistensi dalam menjaga agar mentalitas juara ini senantiasa ada. Konsistensi akan terjadi jika terdapat persiapan yang matang dalam menyambutnya dan didukung lingkungan yang baik. Kondisi yang bermental itu memang perlu diciptakan. Kita sering melihat orang – orang lemah, namun saat berada pada persaingan tingkat tinggi akan lebih baik daripada, orang-orang yang terbaik di lingkungan persaingan yang rendah.

Di Jepang orang-orang begitu termotivasi untuk berkarya. Di negara ini tidak ada tempat bagi orang yang tidak berkarya (baca: gagal). Maka tidak heran jika kita sering mendengar kasus bunuh diri di Jepang. Bagi mereka tidak ada lagi tempat bagi orang yang gagal, tidak ada guna hidup jika gagal.

Krisis Kepercayaan Diri dan Harapan

Berawal dari kepercayaan diri yang tinggi berbagai karya tercipta. Jika seseorang telah kehilangan kepercayaan dirinya, ia tidak ubahnya seperti orang yang telah mati. Di tahun 1980-an, di Amerika Serikat, terjadi krisisi kepercayaan diri, hal ini menyebabkan terjadinya penurunan di setiap sendi kehidupan masyarakat Amerika kala itu. Presiden Carter, pada pidato akhir tahunnya menyampaikan tentang masalah ini, masalah krisis kepercayaan diri. Kepercayaan diri yang hilang karena kekalahan Amerika di Perang Vietnam, kekalahan teknologi oleh Jepang, volume perdagangan dan lain-lain. Dan ia berharap, masyarakat Amerika kembali bangkit dan merenggut kejayaan yang hilang pada diri mereka. Akhirnya, kepercayaan diri itu muncul dan Amerika kembali menguasai dunia.

Harapan akan adanya kehidupan yang lebih baik, akan memicu orang untuk bekerja mencapainya. Seperti dalam hadist Rasulullah tentang rejeki, burung yang keluar dari sangkarnya pada pagi hari Allah kenyangkan perutnya saat kembali di sore hari, masa’ sih manusia tidak mendapatkan apa-apa, setelah berusaha seharian. Ingatan-ingatan akan harapan-harapan kita, akan memotivasi berbuat lebih baik. Dengan motivasi ini munculah mentalitas juara pada diri manusia.

Mulai dari Rumah

Lingkungan yang bersaing itu dimulai dari keluarga. Keluarga yang selalu membangun suasana yang dinamis akan berpengaruh positif kepada si anak saat berada di lingkungan lain, di luar lingkungan keluarganya. Sudah banyak contoh di lingkungan kita. Siswa-siswa berprestasi adalah siswa yang memiliki dukungan penuh dari keluarganya. Walau bukan dari keluarga mampu secara materi, jika si anak dibesarkan dengan dukungan, motivasi untuk berprestasi, bukan tidak mungkin ia akan mengalahkan anak-anak orang yang “punya.” (juli 2006)

No comments:

Post a Comment

terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat