Si Ferry Kecil

Hari menunjukkan pukul 18:24 artinya azan magrib baru saja berkumandang. Aku dan adikku yang masih dalam perjalanan menuju rumah beristirahat sebentar di sebuah SPBU,di daerah Kali Balangan, sekitar 12 km dari rumahku. Matahari sudah masuk ke peraduaannya, yang tersisa hanya goresan jingga di ufuk barat, artinya malam telah datang menjelang.

Saat sedang duduk-duduk melepas lelah setelah menempuh perjalanan hamper 200 km, datang seorang anak kecil, ku taksir umurnya baru 8 atau 9 tahun. Rambutnya tipis, kemerahan tandanya ia sering berjemur di teriknya siang. Memakai kaus oblong yang sudah pudar warnanya, dan celana merah, celana sekolahnya. Ia mendekatiku sambil menenteng barang dagangannya, tahu goreng, telur puyuh dan kacang bawang.

“Om, tahunya om?” katanya sembari duduk di sebelahku

“Berapa tahunya?” aku bertanya, walau aku tidak begitu berminat membelinya.

“Seribu, om?” jawabnya

“Semuanya seribu?” tanyaku lagi

“O.. gak om, telur puyuhnya 2000?” feri menjawab.

Aku teringat dengan uang seribuan yang ada selembar, kembalian pembelian bensinku tadi. Ah… kenapa tidakku berikan saja pada anak ini, sembari ku beli barang dagangannya.

“Tahu-nya ngambil dimana?” aku bertanya lagi

“Di pabrik om…” jawab

Hari semakin gelap, sedangkan SPBU ini bukanlah SPBU yang ramai. Saat aku disini, tidak ada satupun kendaraan yang mengisi bahan bakar di tempat ini. Aku berpikir seberapa besar pendapatan si Ferry dalam sehari.

Aku bertanya, “Sehari biasanya ferry dapat berapa?”

“Kadang 40.000 kadang 20.000, om.” Jawab Ferry sembari tersenyum

“Dari pabrik Ferry beli tahunya harga berapa?” kutanyakan modalnya untuk berjualan.

“7000 dapet 10 bungkus tahu om.”

O, sekitar 30 % keuntungannya sehari. Jika ia mendapatkan rata-rata 30.000 sehari, maka dalam sehari ferry mengantongi sekitar 9000 rupiah.

“Ferry udah kelas berapa?”

“Kelas 2 MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri – setingkat SD)) Balangan”

“Kok ferry jualan?” aku kembali bertanya.

“Buat bantu mamak, Om”

“Emang mamak ferry kerjanya apa?”

“Mamak kerjanya nyuci piring di rumah orang.”

“Kalo bapak?”

“Bapak supir angkot, om”

“Ferrry berapa bersaudara, punya berapa adik dan kakak?”

“Kakak ada 2, adik ada 3 orang.”

“Kakak gak ikut jualan?”

“Ikut, tapi udah pulang.”

“Kok Ferry belum pulang?”

“Nunggu dijemput mamak.”

Ingin terus bercerita dengan anak ini, tapi aku harus terus berjalan, masih ada 12 km yang harus ku tempuh. Aku belum sholat maghrib, dan daerahku ini sekarang rawan pembegalan. Terlalu malam pulang, sama saja bunuh diri. Aku teringat beberapa hari yang lalu, pagi-pagi sekitar pukul 05.30, di gang tempatku tinggal terjadi pembegalan. Korbannya adalah seorang ibu yang hendak ke pasar bersama anaknya yang masih kecil. Sedangkan pembegalnya datang berdua sambil mengancungkan sebilah golok.

Semoga saja perjalananku ini aman-aman saja. Terimakasih Ferry yang sudah menemaniku bercerita.

Kotabumi, 22 Maret 2009

No comments:

Post a Comment

terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat