The Power Of Silaturrahmi

Kemaren, 24 April 2009, bersama hendra, teman lama. Aku mengunjungi beberapa teman lama yang sampai 9 tahun tidak bertemu. Ada 2 orang yang kami jumpai, pertama teman di SMP, sejak lulus SMP hingga tahun ini kami tidak pernah bertemu, baru kemaren itulah kami bertemu kembali. Satu lagi, teman SMA, sejak lulus SMA, aku tidak pernah mendapatkan kabar darinya.

Mungkin dalam beberapa tulisanku yang lalu, aku pernah menceritakan tentang mimpi-mimpi yang ingin ku kerjakan di tanah kelahiranku ini. Terkesan narsis, egois, mengada-ada dan lain sebagainya. Tapi aku meyakini satu hal bahwa, jika kita bersungguh-sungguh maka kita akan menemukan jalan menuju kesuksesan itu sendiri. Sedikit ku ulangi, aku memiliki mimpi untuk “membangun” tanah kelahiranku.

Kampanye ini sudah ku dengungkan sejak aku lulus SMA 6 tahun yang lalu. Saat aku kuliah di Sumatera Utara pun, kampanye itu terus aku lancarkan. Aku sadar bahwa, daerah kami memiliki potensi SDM yang luar biasa. Terbukti bahwa anak-anak dari tanah kelahiranku ini, banyak yang berhasil di negeri orang. Sayangnya, dari beberapa orang yang ku ajak untuk sedikit membagi pikirannya untuk tanah kelahiran, mereka semua menghindar. Satu ungkapan yang ku dapat dari beberapa di antara mereka, “ah.. gak mungkin bag!” tapi aku belum menyerah, aku masih terus mengkampanyekan seruan untuk “marspature hutanabe” ke setiap teman-teman yang berhasil di luar daerah untuk berbagi dengan tanah kelahirannya.

Robert Murshal, saat ini sudah menjadi polisi dengan pangkat Briptu. Menikah bulan ini. Aku dengar kabar, tapi tidak dapat undangan. Robert menyesalkan ketidaktahuannya tentang keberadaanku di kota ini.

“Kalo gua tau lo di sini, gua yang jemput langsung ke rumah lo.” Itu kata Robert kemaren

Panjang lebar kami bercerita tentang pengalaman masing-masing. Aku banyak mengambil pelajaran di sana. Terutama tentang semangat. Kata Robert kala itu, “Prinsip gua satu, kalo gua yakin, gua kerjain sungguh-sungguh.” Robert juga bertanya tentang bisnis apa yang sedang aku garap dengan beberapa teman. “Ajak-ajak oi…” lanjut Robert.

Haris Forta Negara, teman sebangku sejak SMP hingga SMA, pahit manis perjuangan di bangku sekolah kami rasakan bersama. Sosok cerdas, sayangnya pernah salah dalam mengambil langkah, berpotensi, menikah, dikaruniai seorang anak. Bekerja sebagai pengusaha travel. Lain Robert lain lagi Haris. Pengalaman kelam di kampus banyak menghiasi perbincangan kami malam itu. Tapi aku menangkap sebuah semangat, semangat untuk bertahan hidup. Semangat untuk terus menjalani jalan yang telah dipilih secara sadar olehnya. Walau kadang orang tua tidak setuju. Terutama mengenai pekerjaan. “Gua males jadi PNS, bukannya gua nyombong, sekali gua jalan bawa rombongan, 10 juta gak kemana.” Itu katanya saat menceritakan desakan orang tuanya yang ingin dia jadi PNS dan kurang setuju dengan pekerjaannya saat ini.

Aku mencatat, ada kesamaan semangat, semangat untuk bertahan hidup dengan pilihan-pilihan yang dibuat di persimpangan jalan kehidupan itu sendiri. “Ya… semua itu ada resikonya.” Kata Haris. Betul itu, semua itu ada resiko, setiap pilihan ada konsekuensi yang harus kita hadapi.

Dari silaturrahmi ini, aku menemukan kembali semangatku yang awalnya kendor, karena malam itu, aku menemukan teman-teman yang seide, sepikiran, sama seperti kami sekolah dulu. Ya.. kami tumbuh bersama, di lingkungan yang sama, mengenyam pendidikan yang kurang lebih sama, guru yang sama, dan di tanah yang sama, walau kami sempat dipisahkan oleh ruang dan waktu, namun itu tidak mengubahnya. Aku senang mereka memiliki semangat untuk membangun diri mereka sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain (baca: pemerintah).

Kotabumi, tengah malam 26 April 2009

No comments:

Post a Comment

terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat