Sang Pemimpi The Movie


Seperti pernah saya katakan dalam beberapa tulisan sebelum ini, bahwa mengadaptasi sebuah novel menjadi film memiliki kesulitan sendiri. Mengapa? Karena para pembaca novel tersebut telah memiliki “film” sendiri tentang buku yang mereka baca. Sehingga akan banyak pendapat yang akan terjadi setelah film di luncurkan. Mulai dari senang dapat melihat visualisasi tempat yang ada dalam novel, biasa-biasa aja dan yang kecewa karena ’film’ yang ada di pikiran mereka dengan kenyataanya ternyata sangat berbeda.

Untuk kesekian kalinya hadir sebuah film yang diadaptasi sebuah novel laris. Di lihat dari kacamata bisnis, film yang diadaptasi dari novel ini memiliki nilai komersial yang luarbiasa besar. Apalagi jika novel yang di angkat adalah novel best seller. Proses marketing film ini menjadi sangat mudah.

Sang Pemimpi The Movie yang diangkat dari novel laris karya Andrea Hirata ini kembali menyedot perhatian. Mulai dari setting tempat yang eksotik, pemeran yang masih ’hijau’ dalam seni peran dipadu dengan artis senior, produser dan sutradara yang idealis, pengisi soundstrack yang memiliki ciri khas, serta didukung oleh tim yang luarbiasa. Film ini berharap dapat sesukses kisah sebelumnya, yaitu Laskar Pelangi.

Jika saya melihat, riri riza berhasil mengangkat kisah dalam buku Sang Pemimpi. Dibandingkan dengan laskar pelangi, kisah di buku Sang Pemimpi lebih singkat dan tidak terlalu luas bahasannya. Sang pemimpi hanya kisah di masa SMA dan tokoh yang terlibat dalam kisah ini tidak terlalu banyak dan rumit, sehingga scene-scene yang diciptakan riri riza memang berhasil menggambarkan Sang Pemimpi dalam versi novel.

Sama dengan Laskar Pelangi, Sang Pemimpi sepertinya didedikasikan andrea hirata untuk guru-gurunya yang telah menginspirasinya. Dalam LP, ada sosok guru Pak Harfan dan Bu Muslimah, maka dalam Sang Pemimpi ada sosok Pak Mustar yang galak namun memiliki tujuan mulia untuk mempersiapkan mental anak didiknya, dan seorang guru muda yang enerjik, Pak Balia, guru dengan sejuta inspirasi. Pak Balia ini yang diceritakan oleh Andrea sebagai sosok yang ’mempertajam’ mimpinya untuk ke Eropa, tepatnya Sorbonne Paris. Jika kita terus membaca buku Andrea hingga buku ke empat, maka sosok yang telah menginspirasinya untuk menuntut ilmu hingga ke Eropa adalah sahabat kecilnya yang luarbiasa, Lintang.

Sekali aku katakan bahwa Riri Riza berhasil memvisualisasikan cerita Sang Pemimpi. Dan saya sepakat dengan Andrea Hirata bahwa film Sang Pemimpi lebih baik dari Laskar Pelangi. Lebih baik dari sisi visualisasi yang berhasil dibuat dari kisah di novelnya.

Satu lagi, Theme song Sang Pemimpi, saya sangat suka. Ada Nugie ikut menulis lagunya. Semoga film-film di Indonesia mencontoh film-film seperti Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Emak Pengen Naik Haji, KCB, yang tidak hanya melihat sisi komersial saja, namun juga menhadirkan hiburan yang mendidik penontonnya. Semoga.

2 comments:

terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat