Tak semudah yang Ku bayangkan (Hari2 Pengusaha)

Ternyata memang tidak semudah yang kubayangkan, walau menurut mereka, membayangkan secara nyata akan sangat membantu hadirnya sebuah “bantuan” dari alam untuk mewujudkan apa yang kita bayangkan. Aku tidak menyangkal akan hal itu, karena beberapa dari yang kubayangkan itu, saat ini sudah menjadi bagian dari apa yang ku capai hari ini.

Menjadi pengusaha, wiraswasta, atau entrepreneur adalah bagian dari cita-cita yang ingin ku wujudkan. Ada dua hal yang ingin ku kerjakan (pekerjaan) selesai dari menempuh pendidikan resmi, yaitu pertama menjadi dosen dan kedua menjadi pengusaha. Mengapa aku menginginkan kedua hal ini? Jawabnya adalah karena aku mengingingkannya. Cuma itu. Menjadi dosen adalah bagian dari tradisi keluarga besar ibuku. Sebagian besar dari kami adalah ‘pendidik’. Dikarenakan aku menamatkan pendidikan tinggi tidak di bidang pendidikan, maka aku memilih menjadi dosen di bidang yang kukuasai. Sedangkan saat ditanya mengapa ingin menjadi pengusaha, aku tidak tahu. Hanya panggilan dari dalam jiwaku mengatakan seperti itu. Entahlah, apakah karena memang di dalam diriku mengalir darah pengusaha (sebagian besar anggota keluarga ayahku adalah pengusaha, termasuk ayahku)? Semua terjadi begitu saja dan keinginan itu semakin hari semakin membesar. Terlebih saat berinteraksi dengan orang-orang yang berprofesi sebagai pengusaha, sepertinya jiwa ini begitu nyaman. Seperti yang dikatakan dalam sebuah kata bijak, bahwa, jiwa ini seperti tentara, ia akan mencari barisannya. Begitulah yang kurasakan saat bersama dengan orang-orang yang berprofesi sebagai pengusaha.

Ternyata memang tidak semudah yang ku bayangkan. Aku hanya perlu sedikit bersabar untuk menikmati hasil dari kerja keras membangun mimpi ini. Seperti dinasehatkan para pelatih bisnis, untuk sukses dalam dunia entrepreneur, anda haru berani menunda kesenangan dan terus membangun asset yang akan bekerja untuk anda. Bersabarlah, bersabarlah adalah kata-kata yang senantiasa ku bisikan ke dalam jiwa dan pikiranku. Aku tidak ingin dikalahkan oleh bisikan “negative” yang begitu menggiurkan.

Bagaimana tidak menggiurkan, disaat aku saat ini harus bersabar bekerja dari pagi buta hingga larut malam demi mengumpulkan uang lembaran ribuan, disaat yang sama teman-temanku saat ini mungkin sudah melupakan uang ribuan, karena di dompetnya tak lagi ditemui pecahah uang itu. Disaat aku harus menguras habis seluruh tabunganku untuk membangun usahaku, disaat yang sama teman-temanku duduk manis dan menemukan bahwa rekeningnya bertambah sekian juta setiap bulannya.

Aku tidak sedang menyesali keputusanku saat ini, aku hanya sedang mencoba menenangkan pikiranku yang kadang sering tergoda untuk menyerah. Ku katakan sekalilagi, jangan menyerah sebelum kau menemui angka 10 tahun di perjalanan usahamu.

Belum lagi terror “negative” yang dilancarkan beberapa saudara ibuku. Mereka sangat ingin jika aku mengikuti jejak mereka menjadi pegawai negeri sipil. Alasan mereka sederhana, tidak perlu repot, tiap bulan ada gaji, ada tunjangan kesehatan, dan ada dana pensiun di hari tua. Dan satu lagi, kau akan tetap bisa memiliki usaha sampingan. Aghrrr, ku teriakan TIDAK ke kepalaku. Kadang harus ku alihkan pembicaraan jika para saudara ibuku sudah mulai menyinggung, “Sudah jadi pe en es sekarang?”

Aku bukannya memandang rendah pekerjaan PNS atau pekerjaan kantoran lainnya, bukan, hanya saja jiwaku tidak cocok. Aku tidak yakin akan bahagia menjalaninya. Bukankah dalam hidup yang kita cari adalah bahagia? Aku hanya tidak ingin terus membebani negara ini. Aku yakin dengan pengetahuan yang kumiliki aku mampu hidup secara mandiri dan layak.

Memang perjalanan ini tidak akan semudah yang ku bayangkan.

No comments:

Post a Comment

terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat