CARA GAMPANG MASUK SURGA

Beberapa malam yang lalu, aku berkunjung ke rumah salah seorang teman. Ada beberapa keperluan yang harus diselesaikan dan menyelesaikan beberapa obrolan yang belum juga selesai.

Dari obrolan kami kali ini, muncul sebuah kesimpulan bahwa, jika kita ingin masuk surga dengan mudah, maka carilah istri yang hafal alqu’an. Memang agak bercanda manifestasi ini kami cetuskan. Dan akupun masih saja tersenyum membayangkannya.

Kawanku ini bercerita, bahwa beberapa hari yang lalu Ia berkunjung ke sebuah pesantren yang dikelola oleh pamannya. Pamannya berpesan agar ia mencari istri yang hafal al qur’an. Jangan sembarangan mencari istri. Temanku ini dengan semangat empat lima mengatakan “O.. ya jelas tho Pak le’”

Keinginannya tentu bukan tanpa alasan. Ia lahir dari keluarga penghafal al qur’an. Ayahnya seorang yang hafal qur’an (hafidz), ibunya, juga seorang hafidz, kakaknya juga seorang hafidz, adiknya seorang hafidz, adiknya yang bungsupun, saat ini masih terus meningkatkan jumlah hafalannya yang telah memasuki angka sepuluh juz.

Terus terang aku merinding sekaligus ada rasa bahagia saat membayangkan ada sebuah keluarga seperti itu. Ada keinginan yang halus masuk melalui ubun-ubunku. Keinginan untuk seperti mereka. Namun itu semua memerlukan sebuah pengorbanan yang tidak sedikit pula. Ternyata adanya keluarga penghafal qur’an itu tidak hanya ada di negeri dongeng.

Itupula salah satu alasan yang menyebabkan ia belum juga menikah sampai saat ini. Karena syarat seorang wanita yang hafal qur’an untuk menjadi istrinya itu belum juga diturunkan. Di akhir pertemuan kami malam itu, ia berkata, “Nyari istri hafal qur’an itu gak apa-apa kan?” aku menimpali, “Ya jelas boleh banget. Itukan salah satu cara gampang untuk masuk surga.” Ia tertawa, ku lanjutkan, “Tinggal bilang aja, ‘dek, abang pesen kupon surganya satu ya..”

Mengalahkan diri Sendiri

“Mas, emak kasihan sama dia, sekolahnya jauh-jauh, tapi pulang-pulang Cuma jadi tukang susu kedelai. Tiap pagi nganter, siangnya gak semuanya laku. Berapalah untungnya sehari itu.”

Kalimat di atas adalah sebuah pernyataan seorang ibu kepada anaknya tentang seorang sarjana yang pulang kampong setelah menuntut ilmu. Di kampungnya ia “hanya” menjadi seorang pembuat susu kedelai. Anaknya yang dipanggil “mas” tadi hanya tersenyum menanggapi pernyataan ibunya tersebut. Ia berkata, “Yang gak laku Cuma di sini aja, di tempat lain malah habis terus.”

Aku merasakan kesedihan itu, aku menanggapinya sebagai sesuatu yang lumrah bahwa sebagai orang tua, beliau ingin agar anaknya setelah selesai menempuh pendidikan tinggi dapat menikmati hidup yang layak. Tidak seperti orang-orang di pasar yang pendapatannya pas-pasan itu.

Saat ku tanyakan kepada orang yang dimaksud temanku tadi tentang pernyataan tersebut. Ia menjawab, “Yang harus kita kalahkan adalah diri kita sendiri, bukan siapa-siapa. Aku ingin menguji sejauh mana ketahanan mentalku menghadapi kesulitan hidup yang sebenarnya. Karena aku yakin bahwa jalan ini adalah jalan yang akhirnya akan membuatku menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Bukan pendidikanku yang tinggi itu, bukan selembar ijazah itu. Tapi kehidupan inilah tempatku menempa ilmu yang ku dapatkan. Aku tidak akan pernah tahu teori yang kupelajari selama ini benar atau tidak jika tidak aku uji cobakan di kehidupan nyata.” Jawabnya panjang lebar.

Kemudian ia melanjutkan, “Aku punya planning besar ke depannya. Membuat dan menjual susu kedelai ini adalah salah satu latihan mental, sebelum aku menangani yang jauh lebih besar. Jika hal-hal kecil ini berhasil aku lalui dengan sukses, jiwaku akan merekamnya dan terus menginginkannya terulang kembali. Dan aku yakin bahwa masa depanku akan cerah, secerah harapan orang-orang tua tadi kepada anaknya. Yakinlah. Dua atau tiga tahun lagi, omongan ‘kasihan’ itu akan hilang. Kalo gak percaya kau boleh lihat dua atau tiga tahun lagi.”

Ya, aku sepakat denganmu kawan, kita harus mengalahkan diri kita sendiri. Jangan dengarkan omongan negative orang lain. Terulah melangkah mengejar apa yang sepantasnya kau dapatkan. Karena Tuhan yang Kuasa tidak pernah menyalahi janji-Nya. Janji kepada setiap hambanya yang sabar dan tak pernah putus asa.