Negeri Van Oranje (catatan pembaca)

Akhirnya, aku sempat juga menuliskan sedikit catatan dari buku yang baru saja ku baca. Kali ini buku yang beruntung itu adalah Negeri Van Oranje, buku yang di tulis oleh 4 orang. Sudah lama aku mengetahui keberadaan buku ini, hanya saja ketika di medan inilah aku sempat untuk membacanya hingga khatam. Mirip dengan novel-novel yang lain (terutama yang menarik ceritanya), novel ini habis ku lahap dalam 2 dua hari, agak lambat dari rekor 24 jam non stop.

Buku ini menjadi menarik, karena amat sangat terkait dengan salah satu mimpiku untuk melanjutkan sekolah di eropa. Aku tidak tahu mengapa eropa menjadi tempat yang hadir dalam mimpiku untuk ku datangi dan menyerap ilmu darinya. Mungkin ini sangat terkait dengan masa kecilku, dahulu, bapaku selalu bercerita tentang Jerman dan Belanda. Beliau juga menguasai bahasa kedua Negara itu. Dahulu, beliau juga sering membacakan cerita, terutama sejarah bangsa ini yang di tulis dalam bahasa belanda untukku. Mungkin ini juga yang menyebabkan aku begitu menggandrungi sejarah.

Dari pengalamanku membaca beberapa buku yang di tulis dengan seting mahasiswa di eropa, setidaknya ada 3 judul buku (novel). Edensor oleh Andrea Hirata, 40 days in europe, dan negeri van oranje sendiri. Edensor, lebih menceritakan kisah si penulis, andrea hirata. Terasa sekali bahwa Edensor dan kawan-kawannya adalah biografi yang di tulis dengan gaya sastra. Kalau 40 days in Europe, isinya lebih ke pengalaman penulis, kang maul saat me-manajer-I anak-anak dari bandung yang menjalankan misi kesenian di beberapa festival di eropa. Dan yang betul-betul kisah mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah, dengan semua suka dan dukanya, ya buku ini.

Setelah selesai membaca buku ini, boleh aku katakan bahwa buku ini adalah buku student guide yang di tulis dengan gaya sastra. Penulis berhasil mengangkat semua aspek yang diperlukan oleh seorang mahasiswa, terutama mahasiswa baru di Belanda untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya, lingkungan kompeni. Berbagai macam tips untuk survive di belanda, di angkat, tidak hanya dalam dialog para tokohnya, tapi dibuatkan lembar khusus yang secara detail menceritakan langkah-langkah yang harus di ambil, jika ingin bekerja sampingan, jika ingin melakukan perjalanan (liburan) dan tips-tips lain yang akan sangat berguna bagi mereka yang baru atau akan datang ke belanda dengan misi pendidikan.

Tidak seperti Edensor ataupun 40 days in Europe, yang memiliki kesan bahwa tokoh utamanya hanya satu. Kemudian dari si tokoh ini cerita berkembang. Kalau saya sebagai orang awam melihatnya sih, ini kurang menarik, kurang berwarna saja. Namun, di NVO dengan 5 orang tokoh sentral dan dengan berbagai macam karakter, novel ini menjadi lebih hidup. Dan kita, pembaca, dapat memilih karakter mana yang paling kita sukai.
Satu hal lagi yang menurutku membuat novel NVO menjadi menarik adalah detail tempat-tempat menarik di Belanda di sertai dengan sejarah mengenai tempat tersebut. Di dalam buku ini juga para tokoh terlibat dalam berbagai festival yang ada di negeri kincir angin itu, kemudian berbagai kebiasaan-kebiasaan penduduk lokalpun di gambarkan secara gamblang, sehingga kita –pembaca- seakan ikut larut dalam cerita ini, seakan kita ikut di dalamnya, menyusuri jalan-jalan di Belanda dengan sepeda, mengejar trem, mengejar jadwal kereta api, makan di berbagai restoran khas, minum di berbagai kafe dan bar, dan seterusnya….

Dan agaknya, tidak ada salahnya jika pada akhirnya aku merekomendasikan teman-teman untuk ikut membaca novel ini dan ikut merasakan sensasi berjalan di jalanan kampus-kampus terkenal di Belanda, ikut merasakan denyut perkuliahan dan kehidupan mahasiswa di sana.

Salam
www.boemikoo.blogspot.com
dini hari, kedinginan, disertai perasaan kurang sedap…

Catatan Kecil (mimpi sekolah ke eropa)

Negeri Van Oranje, judul bukunya, sebuah novel yang menceritakan kisah 5 orang mahasiswa Indonesia di belanda. Memang belum ku khatamkan, namun dari beberapa bab yang sudah ku lalui, aku sudah dapat memastikan bahwa novel ini sangat menarik. Dengan gaya bercerita yang mengalir dan penggambaran yang detail tentang Belanda, seakan kita di ajak untuk tour gratis di Belanda. Dan tidak salah jika novel ini sudah naik cetak hingga 8 kali (edisi yang ku pegang) dan menjadi salah satu buku yang dinominasikan untuk mendapat penghargaan di situs ‘membaca’ goodreads.com.

Namun, aku tidak sedang akan membicarakan detail novel ini. Setelah membaca beberapa bab dari novel ini, pikiranku diingatkan tentang dua novel yang isinya mirip sekali, hanya saja memiliki setting tempat yang berbeda dan tokohnya memiliki profesi yang sama, yaitu, mahasiswa.

Novel yang ku maksud adalah 40 days in Europe yang ditulis oleh Maulana M Syuhada dan Edensor yang di tulis oleh Andrea Hirata. Aku tertarik dengan ketiga novel ini karena para penulisnya berhasil (menurutku) menggambarkan detail aktivitas ‘mahasiswa’ di negeri jauh sana dan detail kondisi medan di sana. Aku tertarik karena memang hingga hari ini, Eropa adalah salah satu mimpi yang akan kuwujudkan. Mimpi untuk bisa ikut serta belajar di sana.

Negeri Van Oranje sudah jelas berisikan kisah tentang perjalanan hidup mahasiswa Indonesia di Belanda dengan segala pernak perniknya. Selain itu juga diberikan beberapa tips bagi kita yang ingin belajar atau sekedar berkunjung ke negeri kincir angin itu. Mulai dari tips transportasi, belanja, sampai kerja part time yang dilengkapi juga persyaratannya.

40 days in Europe, berisi perjalanan si penulis bersama anak-anak dari bandung untuk membawa kesenian angklung dalam festival music tradisional di eropa. Selain itu, si penulis juga menceritakan kisah suka dan dukanya di negeri Bavaria, jerman dalam menuntut ilmu. Sama seperti Negeri van oranje, 40 days in Europe juga memberikan detail kondisi ‘medan’ Jerman kepada kita yang ingin berkunjung atau menuntut ilmu di negerinya om hitler ini.

Satu lagi, Edensor, Andrea Hirata, menceritakan kisah perjuangannya menyelesaikan studi masternya di universitas Sorbonne Paris Perancis.

Dengan membaca ketiga novel ini, aku seakan-akan sedang berjalan bersama mereka (para tokoh dalam novel ini) menyusuri jalan-jalan di Amsterdam, Munchen, dan Paris. Naik kereta bersama mereka, makan-makanan khas Indonesia di Eropa yang harganya selangit (dibanding di negeri asalnya, namun demi mengobati kerinduan, harga tak jadi soal), namun jauh lebih nikmat jika di bandingkan dengan masakan asli eropa. Dan kisah suka dukanya hidup di negeri orang, demi menuntut ilmu yang mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi negeri ini di masa yang akan datang…

Jadi, tak ada salahnya juga, bagi teman-teman yang punya mimpi untuk menuntut ilmu di negeri-negeri eropa tadi untuk menyempatkan waktu membaca novel-novel ini. Saya jamin, anda tidak akan merasa sia-sia telah membacanya. Dan satu lagi, bagi teman-teman yang saat ini juga seang menuntut ilmu atau pernah tinggal di Negara-negara ‘pendidikan’ lainnya, tidak ada salahnya jika anda menulis buku tentang negeri itu. Selain juga, kita menulis tentang suka duka menuntut ilmu di negeri sendiri, namun dengan bahasa yang proporsional, indah dan tidak sekedar menghujat.. 