Ramayana, Indomaret, Alfamart

Sekitar bulan Desember 2008 sebuah plaza (Kotabumi Plaza) Ramayana dibuka di kota kecilku. Aku tidak tahu bagaimana studi kelayakan yang mereka buat sehingga mereka dengan sangat yakin membuka sebuah plaza di kota kecil ini. Ada banyak hal yang harus diperhatikan, mulai dari daya beli, jumlah penduduk, dan budaya masyarakatnya dalam membuat sebuah feasibility study. Aku juga tidak dapat menjustifikasi bahwa studi kelayakan yang telah dibuat itu salah, mereka itu orang-orang pintar dan berpengalaman.

Namun, aku yang mengalami kehidupan di kota kecil ini selama lebih dari 20 tahun, memiliki sebuah perhitungan sendiri. Bahwa penduduk di kota ini kurang memiliki inisiatif. Kalaupun ada mereka akan pindah ke daerah lain yang lebih memiliki inisiatif. Apa hubungannya, mungkin masyarakat kurang memiliki inisiatif untuk melangkahkan kakinya ke sebuah plaza yang agak jauh dari rumahnya, walau plaza itu cukup nyaman. Mereka lebih memilih toko yang ada di dekat rumah mereka.

Masalah Ramayana semakin rumit saat Indomaret dan Alfamart merusak pasaran. Tidak hanya merusak pedagang-pedagang kecil yang ada di dekatnya, tapi juga merusak pasaran Ramayana sendiri. Setelah mereka menghadapi penduduk yang tidak berinisiatif, mereka harus melawan gempuran Alfa dan Indomaret yang gerainya ada di mana-mana.

Aku tidak tahu, strategi apalagi yang digunakan oleh manajemen Ramayana Kotabumi untuk mengatasi kesulitan ini, karena aku melihat, hari ini, Ramayana telah kehilangan hampir dari 80 % pembelinya. Karyawannya telah disusutkan hingga 50 % dibanding awal mereka berdiri. Belum lagi investasi yang belum kembali, karena BEP dari retail besar seperti Ramayana ini akan memakan waktu yang sedikit lama dibanding toko-toko kecil.

Aku seperti melihat Ramayana Kotabumi ini seperti Ramayana Juanda Medan. Mereka akhirnya tutup dan gedungnya di jual kepada Ace Hardware. Padahal lokasi juanda itu termasuk lokasi emas. Buktinya Ace Hardware justru sekarang sangat ramai.

Strategi pemasaran yang digunakan Ramayana, lebih pada penetrasi pasar dengan memberi harga yang telah didiskon besar-besaran. Masyarakat yang semakin terdidik saat ini mulai jengah dengan diskon, karena mereka berpikir, harga sebelumnya telah dinaikkan kemudian di diskon tinggi. Si Ramayana tetap untung dengan itu semua. Kemudian istilah “cuci gudang” juga tidak lagi menarik bagi masyarakat, mereka menganggap bahwa produk yang ditawarkan tersebut kurang berkualitas hingga tidak laku dipasaran.

Kita lihat saja, berapa lama lagi Ramayana Kotabumi akan bertahan, jika mereka tidak mengubah strategi pemasarannya, mereka akan bernasib sama seperti saudaranya di Juanda Medan, tutup.

Kotabumi, Sabtu, 28 Maret 2009

Karena Kamu Basi, Aku Datang**) (Sebuah Coretan Atas Buku Excuse Me Your Life Is Waiting karya Bambang Q Anees)

Baru sekarang aku merasakan bahwa dengan Membaca membuat hidup ini lebih hidup, seperti mendapatkan energi yang tidak pernah kering, terus bersemangat, serasa ingin hidup selamanya. Setiap deretan kata-kata itu memiliki energi, dengan membaca kita menyerap energi itu ke dalam tubuh kita.
(Ibnu Adam Aviciena/ Penulis)


Who am i?
Siapa saya? Pertanyaan sederhana ini mestinya senantiasa kita pertanyakan untuk membangkitkan kesadaran dalam hidup ini. Apa yang berharga dari diri saya? Seandainya ada orang yang membutuhkan kita, kita tidak lagi bingung kalau ternyata tidak ada apa-apa di dalam diri kita yang dapat dihargai. Dengan selalu membangkitkan kesadaran, siapa saya? Ini akan menjadikan diri kita enggan untuk menunda-nunda pekerjaan, kebiasaan mengatakan “masih ada waktu” sedikit demi sedikit akan terkikis. Hal ini akan hadir jika kita menyadari, “kapan dan dimana kita berada sekarang.”

Masukilah ruang dan waktumu (Socrates)
Mengapa saya menangkat sebuah pertanyaan dari Socrates ini? Karena saat ini kita sedang tidak berada pada ruang dan waktu kita sendiri. Saat ini kita berada pada ruang dan waktu orang lain. Artinya sekarang kita hanya mengikuti kebiasaan orang-orang disekitar kita. Oleh sebab itu, kita tidak berada di ruang dan waktu kita sendiri. Saat kita berada di ruang dan waktu kita sendiri, maka saat itu kita benar-benar berkuasa atas apa yang kita lakukan. Kita tidak peduli dengan perkataan orang yang mencemooh pekerjaan kita dan saat itu kita benar-benar berbeda dengan orang lain. Itulah yang disebut dengan berada pada ruang dan waktu kita sendiri. Dengan kata lain, kita menyadari keberadaan kita, “kapan dan dimana kita berada sekarang.”
Banyak diantara kita mungkin tidak memiliki kesadaran saat berjalan di muka bumi ini. Dalam buku Kamu Gak Bego Kok! Dikatakan bahwa kesadaran itu dibedakan atas 3 jenis. Pertama adalah kesadaran magis, yaitu kesadaran yang hanya pasrah dengan kenyataan, tanpa usaha, tanpa pertanyaan, sehingga rela dalam kehidupan yang membuat susah. Kemudian kita tersadar bahwa kesusahan itu adalah akibat kelicikan kekuasaan. Kita berontak, lantaran kurang iman, kita pun larut/ meniru kelicikan itu. ini yang disebut sebagai kesadaran naif, disatu sisi kita membenci, namun disisi yang lain kita melakukan hal – hal yang dibenci itu. pada saat kita mencapai kesadaran kritislah kita akan menemukan cahaya yang menuntun kita ke arah yang benar. (hal.23)

Ruang dan Waktu kita
“Sebentar ribut dan langsung melupakannya.” Inilah yang menjadi kebiasaan kita, sebentar membicarakannya dan kemudian langsung melupakannya. Orang-orang terkena penyakit amnesia, penyakit lupa atas apa yang baru saja terjadi. Tidak ada keseriusan dalam melihat kejadian sekitar akan membuat kita cepat melupakan apa yang baru saja terjadi. Lebih tepatnya disebut sebagai tindakan penyepelean masalah. Hal ini akan berbeda saat kita sedang mengintip. Mengintip dari lubang yang kecil, kita akan berusaha keras untuk melihat. Keras sekali usaha yang kita lakukan, dan hasilnya memang kita akan senantiasa ingat akan apa yang baru saja kita lihat itu. dengan kata lain saat mengintip kita tidak menyepelekan masalah.

Mengapa ini terjadi? Jawab benyamin Franklin adalah, karena kita terjebak pada kemoderenan. Ciri orang modern adalah mengejar kemajuan sampai mati. Khususnya kemajuan teknik. Kalau di kampung kita belum ada mall, maka kampung kita belum modern. Kemajuan diukur dengan materi. Karena orang modern terus menerus mengejar kemajuan yang tidak berujung. Ibarat mengejar batas langit (cakrawala). Mengapa orang mengejar kemajuan? Jawabnya adalah karena kemajuan itu agung dan keren, sebaliknya diteriaki norak, kuno adalah menyakitkan.

Lalu kita mengejar kemajuan itu dengan usaha yang sungguh-sungguh. Waktu kita habis untuk itu. dan lebih dari itu kitapun main sikut kiri dan kanan untuk mendapatkan yang kita cari. Yang ada dalam pikiran saat itu adalah bagaimana dapat terus tampil modern dengan cara apapun.

Lebih mirip arloji
Orang-orang modern itu, menurut Benjamin Franklin lebih mirip dengan jarum arloji. Kita tentu pernah melihat jarum arloji. Ia berputar dari angka 1 ke 2 dan seterusnya sampai akhirnya ia mengulangi lagi perbuatannya itu. terus menerus. Dan parahnya lagi saat berputar itu ia tidak memikirkan apapun. Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana terus berputar. Saat orang lain jalan-jalan ke mall, malu jika tidak ikut. Pokoknya apa yang dikerjakan kebanyakan orang, di situ ia akan ikut, tanpa tujuan. Tidak ada upaya dari dirinya untuk melawan. (takut dibilang norak dan kampungan).

Bagaimana jalan keluarnya? Patahkan jarum arlojimu. Mulai saat ini jangan hanya mengikut kebanyakan orang. Kita memiliki langkah hidup sendiri yang hanya kita yang dapat menikmatinya. Saat lahir kita sendiri, matipun nanti dikubur sendiri. Jadi, mengapa harus mengikuti kebiasaan orang kebanyakan, kalau akhirnya kamu sendiri yang menanggung akibat buruknya. Buang perasaan harus sama dengan orang lain. Sama dalam berpakaian, kebiasaan dan lain-lain. Memang sama adalah fatwanya orang modern. Akhirnya kita akan kehilangan jati diri kita sendiri. Kita hanya bayang-bayang.

Coba tanyakan pada diri kita sendiri, apakah kita sama dengan orang lain? Masa lalu? Keluarga? Dan lain-lain. Jika masih sama artinya kita sudah kehilangan kekhasan diri yang diberikan Allah kepada kita. peliharalah kenangan masalalu kita. kenangan itu yang akan membuat kita tidak lupa diri. Dengan begitu kita tidak perlu berputar-putar mengikuti orang-orang. Kita sudah memiliki tujuan yang akan kita tuju nantinya.

Teruslah mencari
Jangan pernah berhenti dalam mencari kesejatian, kesadaran kritis yang telah kita dapatkan bukan berarti akhir dari perjuangan kita. Hidup ini bukan semudah mengupas salak atau jeruk yang sekali kupas kita sudah menemukan buahnya yang manis dan langsung melumatnya hingga habis. Mencari kesejatian itu ibarat mengupas bawang, kita tidak akan menemukan akhir dari usaha kita mengupas bawang tersebut. Sampai akhrinya kita tidak mendapatkan apa-apa.
Mintalah fatwa kepada hatimu (hadist). Pertanyakan kepada hati kita, apakah kita merasa nyaman dengan kehidupan kita saat ini. Jika belum, cari dan terus mencari sampai kita menemukan sesuatu yang menenangkan hati kita.

Kamu basi, aku datang
Karena kamu basi, maka aku mendatangimu. Basi? Kalau kita melakukan tindakan yang hanya mengulangi tindakan orang lain, atau sekedar ikut-ikutan, itu artinya basi. Persis makanan yang sudah dijamah orang lain, pastilah basi namanya. Apakah kita suka makanan basi? Pasti tidak bukan, jadi mengapa kita melakukan tindakan, omongan, dan gaya berpakaian yang basi. Basi di sini adalah perbuatan yang tidak jelas tujuannya dan jauh dari nilai-nilai kebenaran.

Susun Tujuan hidupmu
Terakhir, saya hanya berpesan hidup hanya sekali, jangan diisi dengan kegiatan yang basi. Temukanlah sesuatu yang uniq dari dirimu. Kamu berbeda dengan orang lain dan jangan mau disamakan. Anak kembar sekalipun enggan disama-samakan begitu juga kita. Buka mata dan telinga kita, lahirkan kepedulian bagi sesama. Banyak-banyak membaca tulisan-tulisan kehidupan yang ada di sekeliling kita. dengan itu semua akan memperkaya diri kita dengan hal-hal yang luarbiasa.

**)Disampaikan pada acara bedah buku “Excuse Me Your Life Is Waiting”

FENOMENA UJIAN NASIONAL

Hanya tersisa waktu sekitar tiga minggu lagi dari hari ini (Sabtu, 28 Maret 2009), siswa-siswa SMA akan menghadapi pertarungan besar mereka. Sepertinya hidup mati mereka di pertaruhkan di sini. Sepertinya semuanya akan berakhir atau berawal dari Ujian Nasional ini. Jika lulus maka itu menjadi awal kehidupan selanjutnya (pendidikan), jika gagal maka itu juga dapat berarti bagi kehidupan pendidikan mereka. Sehingga UN ini selalu menjadi momok yang menakutkan bagi setiap siswa SMA dimana saja. Tidak hanya siswa yang ketakutan, pihak guru, kepala sekolah dan pejabat di dinas pendidikan pun menjadi ketakutan pula. Mengapa? Karena mereka (baca: guru, kepala sekolah, pejabat dinas pendidikan) tidak mau di “cap” gagal oleh atasannya jika ada siswa SMA di sekolah atau daerah yang menjadi tanggung jawabnya tidak lulus (baik banyak atau sedikit).

Memang kondisi ini memaksa siswa, guru, kepala sekolah dan seluruh perangkat pendidikan menengah atas di suatu daerah untuk berpikir keras agar seluruh anak didiknya lulus dengan nilai baik (baca: lulu). Namun, sangat disayangkan ketika kondisi “kompetisi” ini diciptakan pemerintah pusat untuk meningkatkan mutu pendidikan, justru ada sebagian oknum yang menghalalkan berbagai cara agar sekolahnya, atau daerahnya mendapat ancungan jempol karena seluruh siswanya lulus (100 %). Bagi kita yang biasa di dunia industri, untuk mencapai angka 100 % produk tanpa cacat ( zero defect) adalah suatu yang hampir mustahil. Sangat sulit mencapai angka itu, paling tidak mendekati angka 100 %.

Saat di dunia pendidikan selalu mencapai 100% lulus, tentunya ada sedikit pertanyaan, apa benar bahwa seluruh siswa itu mampu mengerjakan soal itu dengan benar. Untuk sekolah-sekolah yang memang berkualitas, mulai dari seleksi penerimaan, guru, bahan ajar dan perangkatnya memang berkualitas adalah hal yang wajar jika 100 % siswanya lulus. Karena mereka (baca: siswa) sejak awal sudah diberikan sesuatu yang berkualitas, mulai dari kualitas input dan kualitas proses, sehingga outputnya berkualitas. Dan untuk mencapai angka zaro defect itu juga sulit, karena yang kita olah/ produksi ini adalah manusia bukan barang. Lalu, bagaimana dengan sekolah yang “maaf” kurang atau tidak berkualitas. Kalau dalam bahasa seorang guru saya adalah sekolah 24, sekolah yang masuknya jam 2 siang dan keluarnya jam 4 sore. Kita sama-sama tahu kualitas input maupun kualitas prosesnya. Ajaibnya, sekolah-sekolah inipun 100 % lulus, zero defect. Luarbiasa!

Selidik punya selidik, menurut pengakuan guru-guru yang berdedikasi terhadap pendidikan berkualitas, saya mendapatkan bahwa kondisi ini (100% lulus) ini sudah menjadi kesepakatan para “oknum guru” guna mencapai angka 100 %. Mereka malu jika ada anak didiknya yang tidak lulus. Jadi, mereka “membantu” siswa dengan memberikan jawaban atas ujian nasional yang sedang berjalan. Pada saat penyelenggaraan ujian nasional, malamnya soal dibocorkan, kemudian diberikan kepada guru-guru bidang studi untuk mengerjakannya. Keesokan harinya lembar jawaban itu (yang telah diisi oleh guru bidang studi), diedarkan ke kelas-kelas yang sedang menjalani ujian nasional. Betapa menyedihkan.

Ada kejadian yang menggelikan, pernah disebuah sekolah, seorang guru yang bertugas menyebarkan lembar jawaban yang telah disi tadi, salah memberikan lembar jawaban. Akibatnya ada 7 orang yang tidak lulus di kelas tersebut. Maksudnya salah ini, guru tadi, memberikan jawaban Matematika IPS di kelas IPA.

Para oknum guru ini telah salah dalam mengartikan kata-kata “MEMBANTU SISWA” mengapa? Karena jika mereka ingin membantu siswa, proses membantu itu bukan di kelas saat ujian berlangsung. Tapi di kelas saat belajar sedang berlangsung. Membantu memberikan motivasi terus menerus, membantu bagaimana mengerjakan soal-soal yang sulit, membantu mengatasi masalah pribadinya (kejiwaannya yang tertekan), membantu mengatasi hambatan-hambatan belajar, dan intinya membantu siswa sebelum ujian berlangsung. Saat ujian berlangsung, maka biarkan mereka bekerja sendiri. Jika kita masih membantunya, maka kita telah MEMBUNUH siswa itu sendiri. Kalaupun mereka lulus, mereka hanya akan menjadi siswa-siswa yang selalu mengharapkan belas kasihan orang lain. Mereka akan kehilangan kepercayaan diri dan akhirnya tidak pernah dipakai oleh orang lain.

Pengalaman ini telah diceritakan siswa-siswa yang telah masuk ke perguruan tinggi. Kebanyakan mereka yang lulus dengan usaha sendiri akan bercerita kepada guru-gurunya dengan mengatakan “Terima kasih pak/bu, telah membantu kami dalam belajar sehingga kami menjadi percaya diri.” Di kampusnya mereka tetap berprestasi. Lain halnya dengan siswa-siswa yang lulus dengan “bantuan” tadi, mereka akan masuk universitas negeri namun tidak akan bertahan lama, paling lama adalah satu semester. Setelah itu mereka pindah ke universitas swasta, dan hingga semester 12 belum tamat juga.

Seperti kata pepatah, “Biarkan waktu yang akan menjawab ini semua.” Apa akibat saat kita berbuat curang dan apa akibat saat kita berbuat jujur. Waktu yang akan menjawabnya. Percayalah.

Kotabumi, Sabtu, 28 Maret 2009

Si Ferry Kecil

Hari menunjukkan pukul 18:24 artinya azan magrib baru saja berkumandang. Aku dan adikku yang masih dalam perjalanan menuju rumah beristirahat sebentar di sebuah SPBU,di daerah Kali Balangan, sekitar 12 km dari rumahku. Matahari sudah masuk ke peraduaannya, yang tersisa hanya goresan jingga di ufuk barat, artinya malam telah datang menjelang.

Saat sedang duduk-duduk melepas lelah setelah menempuh perjalanan hamper 200 km, datang seorang anak kecil, ku taksir umurnya baru 8 atau 9 tahun. Rambutnya tipis, kemerahan tandanya ia sering berjemur di teriknya siang. Memakai kaus oblong yang sudah pudar warnanya, dan celana merah, celana sekolahnya. Ia mendekatiku sambil menenteng barang dagangannya, tahu goreng, telur puyuh dan kacang bawang.

“Om, tahunya om?” katanya sembari duduk di sebelahku

“Berapa tahunya?” aku bertanya, walau aku tidak begitu berminat membelinya.

“Seribu, om?” jawabnya

“Semuanya seribu?” tanyaku lagi

“O.. gak om, telur puyuhnya 2000?” feri menjawab.

Aku teringat dengan uang seribuan yang ada selembar, kembalian pembelian bensinku tadi. Ah… kenapa tidakku berikan saja pada anak ini, sembari ku beli barang dagangannya.

“Tahu-nya ngambil dimana?” aku bertanya lagi

“Di pabrik om…” jawab

Hari semakin gelap, sedangkan SPBU ini bukanlah SPBU yang ramai. Saat aku disini, tidak ada satupun kendaraan yang mengisi bahan bakar di tempat ini. Aku berpikir seberapa besar pendapatan si Ferry dalam sehari.

Aku bertanya, “Sehari biasanya ferry dapat berapa?”

“Kadang 40.000 kadang 20.000, om.” Jawab Ferry sembari tersenyum

“Dari pabrik Ferry beli tahunya harga berapa?” kutanyakan modalnya untuk berjualan.

“7000 dapet 10 bungkus tahu om.”

O, sekitar 30 % keuntungannya sehari. Jika ia mendapatkan rata-rata 30.000 sehari, maka dalam sehari ferry mengantongi sekitar 9000 rupiah.

“Ferry udah kelas berapa?”

“Kelas 2 MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri – setingkat SD)) Balangan”

“Kok ferry jualan?” aku kembali bertanya.

“Buat bantu mamak, Om”

“Emang mamak ferry kerjanya apa?”

“Mamak kerjanya nyuci piring di rumah orang.”

“Kalo bapak?”

“Bapak supir angkot, om”

“Ferrry berapa bersaudara, punya berapa adik dan kakak?”

“Kakak ada 2, adik ada 3 orang.”

“Kakak gak ikut jualan?”

“Ikut, tapi udah pulang.”

“Kok Ferry belum pulang?”

“Nunggu dijemput mamak.”

Ingin terus bercerita dengan anak ini, tapi aku harus terus berjalan, masih ada 12 km yang harus ku tempuh. Aku belum sholat maghrib, dan daerahku ini sekarang rawan pembegalan. Terlalu malam pulang, sama saja bunuh diri. Aku teringat beberapa hari yang lalu, pagi-pagi sekitar pukul 05.30, di gang tempatku tinggal terjadi pembegalan. Korbannya adalah seorang ibu yang hendak ke pasar bersama anaknya yang masih kecil. Sedangkan pembegalnya datang berdua sambil mengancungkan sebilah golok.

Semoga saja perjalananku ini aman-aman saja. Terimakasih Ferry yang sudah menemaniku bercerita.

Kotabumi, 22 Maret 2009

(Sekedar) Jadi Pegawai

Setidaknya saya sudah di rumah selama satu minggu. Dalam beberapa hari ini, saya lebih banyak membuka mata dan telinga saya. Hal ini terkait dengan keinginan saya mengembangkan beberapa jenis usaha di kampung saya ini. Tentunya saya harus melakukan survey yang mendalam sebelum akhirnya menentukan jenis bisnis yang akan saya kembangkan.


Pada awalnya, memang saya mendapatkan banyak pertentangan dari beberapa orang teman (baca tulisan saya tentang Pernyataan Negatif di www.boemikoo.blogspot.com). Secara kasar saya sudah mengetahui sifat atau budaya yang berkembang di tengah masyarakat kampung saya ini. Termasuk jenis pekerjaan yang paling banyak digeluti. Dari seminggu waktu yang saya gunakan untuk melakukan survey, saya mendapatkan beberapa hasil yang mengarahkan kepada kesimpulan awal.



Budaya yang ada pada masyarakat, terkait masalah pekerjaan yang dipilih, saya mendapatkan bahwa masyarakat sebagian besar menganggap bahwa menjadi pegawai adalah sebuah prestise. Yang dimaksud dengan pegawai ini adalah pekerja di kantor-kantor pemerintah. Mereka tidak peduli apakah sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau hanya sekedar tenaga honorer. Padahal, jika kita lihat seberapa besar sebenarnya “GAJI” yang mereka (tenaga honorer) dapatkan ketika bekerja di kantor pemerintah daerah ini? Tidak besar, bahkan mungkin tidak layak dijadikan pegangan hidup. Anda tahu? Ya, hanya Rp. 250.000 perbulan.


Kembali lagi, bahwa masyarakat lebih melihat kepada “prestise” daripada pendapatan atau kelayakan hidup yang sepantasnya. Makanya tidak jarang kita menemukan banyak orang yang berusaha menjadi PNS dengan berbagai macam cara mulai dari menggunakan ‘joki’ hingga berani membayar hingga ratusan juta agar menjadi pegawai negeri sipil. Mereka melihat bahwa menjadi pegawai negeri sipil-lah satu-satunya pekerjaan yang dapat menjamin kesejahteraan mereka.


Hal ini juga terkait dengan budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat pula. Bahwa, mereka mengharapkan dengan kerja yang sedikit mendapatkan penghasilan yang tinggi. Pekerjaan tanpa harus membanting tulang, tanpa perlu berpikir keras dan sebagainya, namun pendapatannya tetap. Masuk atau tidak ke kantor, penghasilannya tetap. Hal ini wajar, karena memang sebagian besar kita tidak memiliki konsep diri yang jelas (baca tulisan saya tentang konsep diri). Sehingga apa-apa yang ‘terlihat’ menguntungkan, maka hal tersebutlah yang akhirnya kita pilih.


Kemarin saya berdiskusi dengan seorang “penjual” siomay. Pekerjaannya keliling kampung, menjajakan siomay buatannya. Kita mungkin sudah mengenal dengan baik, jika kita mendengar suara kentongan kecil yang dipukul, itulah tanda penjual siomay datang. Saya bertanya, apakah siomay ini dia yang buat? Penjual ini mengatakan ‘ya’, ia juga menceritakan bahwa ia memiliki 3 gerobak, satu dia yang membawa dan yang dua lagi dia mempekerjakan 2 orang lainnya. Selanjutnya saya bertanya, dalam sehari berapa banyak siomay yang berhasil dia jual? Abang ini menjawab, “sekitar 400-450 butir siomay”.


Pikiran saya langsung berputar, 400-450 butir, jika sebutirnya dihargai Rp. 500, maka omzet dalam sehari adalah sebesar Rp 200.000-Rp 225.000. Katakanlah keuntungan bersih dalam sehari sebesar Rp. 100.000, maka dalam sebulan, penjual siomay ini berpendapatan bersih Rp. 3.000.000. TIGA JUTA RUPIAH. Dua belas kali lipat dari pendapatan sebagai “pegawai honorer”.


Satu lagi budaya yang berkembang di tengah masyarakat, bahwa semakin besar “sogokan” yang mereka berikan, hal ini menunjukkan “status sosial” yang tinggi di tengah masyarakat. Wajar akhirnya mereka berlomba-lomba untuk masuk menjadi Pegawai Negeri Sipil guna mendapatkan prestise dan pendapatan yang ‘lumayan’ tanpa harus bekerja keras. Di tambah lagi, siapa saja yang memberikan uang pelicin tertinggi, maka mereka adalah orang-orang dengan status sosial yang tinggi. Sehingga dapat diketahui hasilnya, yaitu sesuatu yang sangat masuk akan dan wajar jika daerah ini lambat sekali perkembangannya. Karena daerah ini diisi oleh orang-orang yang tidak mau bekerja keras.


Sebuah semboyan, “kalo belum jadi pegawai (baik PNS atau honorer), artinya belum dikatakan memiliki pekerjaan.” Seperti saya hari ini yang pekerjaan sehari-harinya sebagai penulis, bagi mereka (masyarakat) saya hanya pengangguran. Kalaupun saat ini saya memiliki jabatan sebagai “Direktur” WWW.SUPERGILA.COM Lampung, bagi mereka, pekerjaan itu adalah pergi pagi ke kantor, pulang siang dari kantor. Sedangkan pekerjaan saya ini kantornya di rumah, sesekali melakukan perjalanan untuk memberikan motivasi, pelatihan dan konseling ke beberapa tempat. Ini bukan pekerjaan yang mereka maksud. Saya mendapat tantangan besar guna membantu masyarakat untuk mengubah mind set mereka untuk lebih “GILA”. Semoga. (Kotabumi, 18 Maret 2009)

Konsep Diri (Part II)

Ubah konsep diri ke arah positif

Sejauh apapun kita telah melangkah ke arah negatif, yakinlah bahwa kita masih memiliki waktu untuk kembali dan memulai hidup dengan sikap yang lebih positif. Yang paling penting adalah keinginan yang kuat untuk mengubah diri kita menjadi lebih baik. Untuk mengubah sikap kita terhadap diri kita sendiri, coba anda ikuti langkah-langkah berikut ini:

Mulai dengan affirmasi positif
Afirmasi positif adalah kegiatan “meneriakkan” kata-kata positif ke dalam otak kita. Katakan, jika perlu dengan teriakkan kata-kata, “aku mampu”, “aku bisa”, “tidak ada yang tidak mungkin”, “setiap masalah ada jalan keluarnya”, “aku adalah pemenang”, “aku adalah juara”. Hal ini dilakukan untuk meng-instalkan kata-kata positif tersebut ke dalam pikiran kita dan juga untuk men-delete program-program negatif dalam pikiran kita. Satu lagi, lakukan kegiatan ini, (mengatakan kata-kata positif) pada saat anda akan tidur di malam hari. Lakukan berulang kali, hitungannya dapat anda sesuaikan sendiri, apakah 10, 20 atau hingga anda tertidur.

Bersikap objektif terhadap diri sendiri, jangan musuhi diri sendiri
Setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak ada manusia yang diciptakan Allah tanpa kelebihan satupun. Berdasarkan penelitian Howard Gardner, ia menemukan bahwa ada delapan kecerdasan yang bebeda satu sama lain. Setiap manusia pasti memiliki salah satu dari kedelapan kecerdasan itu.
Jadi, hentikan sikap dan pikiran yang menganggap diri ini tidak mampu, tidak bisa dan tidak berguna. Mungkin pada satu pekerjaan kita tidak mahir dan di pekerjaan lain kita dapat mengerjakannya dengan cemerlang. Tugas kita adalah menemukan dan menggali terus menerus potensi yang diberikan Tuhan kepada kita. Terus mencari hingga akhirnya kita menemukan kelebihan unik yang diberikan Tuhan kepada kita. Sayangnya memang, sistem pendidikan kita tidak mendukung upaya penggalian potensi itu. Karena kita dihadapkan pada sistem pendidikan yang general (umum) bukan khusus, sesuai dengan keunikan diri kita.
Satu lagi, jangan pernah memusuhi diri sendiri. Dengan memaki-maki kekurangan diri sampai-sampai tindakan itu menutupi kelebihan yang ada pada kita.

Catat keberhasilan-keberhasilan yang anda capai
Sediakan sebuah buku khusus (Prof Wiseman mengatakan buku ini sebagai “Luck Diary”) untuk mencatat keberhasilan-keberhasilan (baik besar atau kecil) dalam hidup kita. Hal ini penting karena dengan ini kita akan terus mengingat keberhasilan-keberhasilan yang pernah kita capai, jadi dalam hidup ini kita tidak hanya mengingat kegagalan yang pernah terjadi.

Beri hadiah atas prestasi yang anda capai
Rayakan setiap keberhasilan dengan memberikan hadiah kepada diri kita sendiri. Hal ini menjadi penting, karena dengan hadiah itu, jiwa ini menjadi senang, dan lebih percaya diri, selanjutnya jiwa ini akan terus meminta untuk merasakan lagi hadiah-hadiah itu. Tentunya dengan mencapai keberhasilan-keberhasilan lain.


Penutup

Tidak ada yang tidak mungkin. Pertanyaannya adalah Mau atau tidak. Jika kita memilih mau, maka seluruh bagian tubuh ini akan bangkit mendorong untuk mencapai apa yang kita inginkan. Begitu juga sebaliknya, jika kita memilih tidak mau, maka dengan sendirinya tubuh ini akan diam dan tidak mau bergerak. Sehingga jadilah kita pencundang-pecundang kelas teri yang berani hanya pada seekor tengik (Puisi Hamzah Sinaga). Semoga bermanfaat.
Kinantan058@gmail.com

KONSEP DIRI (part I)

Pendahuluan

Sering kita melihat di sekeliling kita, ada orang-orang yang dengan prestasi akademis yang biasa-biasa saja namun memiliki prestasi hidup yang luarbiasa. Dan tidak sedikit pula kita temukan orang-orang yang memiliki prestasi akademis yang luarbiasa, namun memiliki prestasi hidup yang biasa-biasa saja. Seperti dalam sebuah ungkapan disebutkan bahwa, “manusia itu ibarat sebuah computer, sehebat apapun hardwarenya, tanpa didukung system operasi yang handal, computer itu tidak akan mampu berdayaguna secara maksimal.” Begitu juga manusia, sepintar apapun kita, tanpa didukung oleh mentalitas yang kuat hanya akan menjadi pribadi yang biasa-biasa saja. System operasi/ mentalitas pada diri manusia itulah yang sering disebut sebagai konsep diri.

Konsep diri secara umum diartikan semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri. Hal ini meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri. Gambaran pribadi terhadap dirinya meliputi penilaian diri dan penilaian sosial. Pengetahuan terhadap diri sendiri ini menjadi sangat penting, karena kebanyakan masalah yang terjadi pada manusia saat ini, sebagian besar disebabkan oleh kesalahan penilaian atas diri sendiri. Seperti merasa tidak mampu, minder, hilang kepercayaan diri, hingga merasa diri ini tidak berguna, tidak memiliki potensi dan putus asa, dan tidak merasa perlu ada di dunia ini lagi. Paling parah adalah dengan membunuh diri sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri terbentuk dari interaksi atau sentuhan kita (diri dan pikiran) dengan lingkungan. Konsep diri bukanlah sebuah takdir. Konsep diri bersifat dinamis, terus berkembang. Seiring berjalannya waktu, konsep diri seseorang dapat berubah ke arah positif atau negatif. Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang:

Faktor Eksternal
Pengaruh eksternal terdiri dari pola asuh orang tua dan interaksi dengan lingkungan sekitar.

Pola Asuh Orang Tua
Saya memiliki seorang saudara, sejak kecil ia tidak pernah diperbolehkan oleh orang tuanya untuk memanjat pohon. Walaupun pohon itu hanya pohon kecil. Yang terjadi saat ini adalah beliau tidak pernah berani untuk memanjat pohon, walaupun hanya pohon yang kecil
Ketika kita masih kecil atau sekarang kita perhatikan bagaimana orang-orang tua disekitar kita mendidik atau mentransfer “nilai” kepada anaknya. Kebanyakan (tidak semua) nilai-nilai yang ditransfer oleh orang-orang tua tersebut adalah nilai-nilai yang negatif. Menurut sebuah penelitian seorang anak paling tidak mendengar kata-kata “jangan” (negatif) sebanyak 40 kali sehari.
Untuk itu, penting bagi kita orang tua atau yang belum menjadi orang tua untuk hati-hati dengan kata-kata yang yang kita keluarkan di depan anak-anak kita. Seperti kata pepatah, “anak-anak itu seperti selembar kertas kosong” hendak diisi apa kertas itu, kita-lah orang tua yang menuliskannya. Jika kata-kata negatif yang senantiasa kita ucapkan, maka mereka (baca: anak-anak) akan menuliskan dan merekam hal-hal negatif dalam memorinya. Begitu juga jika kita senantiasa mengucapkan hal-hal positif, maka positiflah yang akan terekam dalam memorinya.

Interaksi dengan lingkungan

Lingkungan adalah faktor paling dominan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa, jika engkau ingin mengetahui tabiat seseorang, lihatlah kawan-kawannya. Dalam hadist yang lain disebutkan, siapa yang berteman dengan seorang penjual minyak wangi, maka ia akan mendapatkan wanginya. Sedangkan siapa yang berteman dengan seorang tukang besi, maka ia akan mendapatkan panas dan bau yang kurang sedap.
Seseorang yang awalnya adalah orang yang “baik-baik”, akan dapat berubah menjadi orang yang “tidak baik-baik” karena dipengaruhi lingkungannya. Begitu juga sebaliknya ada orang yang awalnya “tidak baik-baik”, saat bergaul dengan orang baik-baik, ia berubah menjadi orang “baik-baik”.

Faktor Internal
Selain pengaruh pihak luar, konsep diri juga dipengaruhi faktor internal pribadi. Faktor internal itu adalah sikap atas kegagalan. Kegagalan demi kegagalan yang dialami seseorang jika tidak disikapi dengan positif, - dengan terus mengatakan bahwa kegagalan yang terjadi adalah investasi untuk meraih kesuksesan – akan menjadikannya semakin terpuruk. Pikirannya akan mengatakan bahwa dirinya memang tidak mampu, tidak berbakat, tidak beruntung, dan kata-kata negatif lainnya. Tanpa ia sadari, kata-kata negatif itu akan terus menggerogoti mentalnya menjadi semakin hancur berantakan.

bersambung

THE GREATEST MARKETER

World great marketer dapat sukses karena kemampuannya mengkombinasikan otak kiri dan otak kanan, intelejensia dan imajinasi, berpikir outside-in selain inside-out, berpikir jangka pendek maupun panjang, serta dapat membumikan ide-ide radikal ke dalam kegiatan praktis. (Marketing, 02/VIII/Februari/ 2008)

Dalam edisi 02/VIII/Februari/ 2008, majalah marketing menuliskan setidaknya 20 orang yang sukses dalam menjual produk dan idenya. Kesuksesan mereka diukur berdasarkan seberapa besar pendapatannya, kemudian seberapa besar market share yang mereka kuasai, seberapa banyak outlet/ cabang yang mereka miliki di dunia ini, hingga seberapa besar trust and awareness pelanggan mereka. Keduapuluh marketer terbesar dunia ini (menurut majalah marketing) mulai dari Honda, Jack Welch, Anita Roddick, hingga Larry Page dan Sergei Brin. Produk mereka dari otomotif, film animasi, hingga mesin pencari di internet.

Beberapa waktu yang lalu, di sebuah pertemuan rutin yang kami lakukan di Medan. Dalam pembukaan acara, pembawa acara menyebutkan sebuah nama yang merupakan world greatest marketer sesungguhnya. Siapa ia…? Ia adalah manusia yang telah dijamin oleh Allah untuk masuk Surga. Manusia tanpa kesalahan (karena Allah melindunginya dari kesalahan). Manusia dengan mimpi besar, jauh melampaui zaman dan tempat tinggalnya.

Ya, ia adalah Muhammad saw. Nabi akhir zaman yang membawa risalah kebenaran yaitu Islam. Timbul pertanyaan apa tolok ukuran sehingga si pembawa acara berani mengklaim bahwa Muhammad saw adalah marketer terbesar sepanjang masa?

Jawabnya adalah kita membaca sejarah, Muhammad adalah seorang anak yatim piatu sejak kecil (6 tahun), sejak usia 12 tahun sudah mengikuti perjalanan bisnis milik pamannya hingga ke negeri syam. Di usia 20 tahunan ia telah menjadi kepercayaan seorang pengusaha besar di Mekkah untuk menjalankan usahanya dan beliau berhasil. Kemudian fase kehidupannya berubah total sejak Allah menunjuknya menjadi Nabi akhir zaman yang diutus untuk seluruh umat manusia dan seluruh dunia.

Muhammad menjalani misi yang maha besar. Membawa risalah (sebuah ide tentang ketuhanan yang esa) ini ke seluruh umat manusia di dunia. Pekerjaan ini tidak akan mampu dipikul oleh orang-orang yang bermental tempe. Muhammad telah menjadi fenomena yang mengejutkan dunia. Bagaimana tidak, ia berhasil menyebarkan sebuah ide/ konsep tentang ketuhanan, dimana konsep itu secara akal sangat sulit di terima manusia saat itu. Bagaimana mungkin ada sebuah kekuatan yang tidak terlihat mampu mengatur jalannya dunia ini. Secara logika saat itu, konsep ini sangat tidak dapat di terima. Muhammad mendapat pertentangan yang sangat sengit dari kaumnya sendiri. Ia yang dijuluki al amin (dapat dipercaya) mendapatkan hinaan dari orang-orang yang membencinya sebagai tukang sihir, pembual, pemimpi dan sebagainya.
Selama 13 tahun Muhammad “menjual” konsep ini di Makkah, dan hasilnya hanya beberapa puluh orang saja. Kemudian Allah memerintahkan Muhammad dan umatnya meninggalkan Mekkah dan membangun peradaban di kota Yastrib (kemudian dikenal dengan Madinah). Di Madinah Muhammad mendapat sambutan yang sangat menggembirakan dari warga Yastrib. Sebelum Muhammad hijrah (pindah) ke Yastrib, Muhammad telah mengirim seorang utusan guna mengenalkan Islam ke Yastrib.

Selang beberapa bulan, Muhammad kembali ke Mekkah dengan kekuatan seratusan ribu pasukan. Peristiwa ini yang akhirnya kita kenal sebagai Fathu Makkah. Terus selanjutnya hingga akhirnya Islam terus berkembang ke Negara-negara lain. Setelah ia wafat, para penerusnya melakukan ekspansi ke Negara lain. Hingga hari ini, konsep ketuhanan yang esa (tauhid) dapat di terima oleh 20 persen penduduk dunia. dan proses marketing dari konsep ini akan terus berlanjut ke seluruh penjuru dunia.

Inilah yang melandasi mengapa Muhammad adalah marketer terbesar sepanjang sejarah umat manusia. Ia telah berhasil membangun pondasi system pemasaran yang tangguh, ia berhasil menciptakan marketer-marketer yang terus tanpa henti memasarkan Islam ke seluruh penjuru dunia, ia telah berhasil membangun sebuah trust and awareness seluruh “pelanggan”nya, sehingga “pelanggan-pelanggannya ini tidak hanya menggunakan produknya, namun ikut berperan serta membesarkan pasar dengan terus mempromisikan produk yang dibawa Muhammad yang namanya sebuah konsep tauhidullah (Mengesakan Allah).

Sudah sepatutnya kita sebagai umat Islam meniru bagaimana seorang Muhammad saw, melakukan proses-proses marketing, sehingga produk yang dibawanya (yaitu Islam) dapat diterima semua orang, tidak tanggung-tanggung produknya dapat bertahan hingga 14 abad, tanpa ada cacat ataupun terdiferensiasi. Produk yang ia bawa telah melawan hukum siklus hidup produk, setelah melalui masa pertumbuhan, produk akan melalui masa kedewasaan dan akhirnya ditinggalkan. Namun produk Islam tak pernah lekang dimakan zaman, selalu bertumbuh dan bertumbuh tidak ada masa kedewasaan ataupun penurunan, kecuali dunia ini berakhir nantinya. Wallahu’alam.
(Kotabumi, 15 Maret 2009)

Pemimpin dan Kepemimpinan

“Pemimpin adalah seorang penjual harapan, melalui kejelasan visi dan
kekuatan misi” (Mario Teguh)

“Kepemimpinan adalah sebuah proses untuk mempengaruhi individu atau organisasi untuk mencapai urutan hasil dalam urutan tindakan yang setia pada semua misi.” (Mario Teguh)

Yup benar sekali pak Mario. Sering kita melihat bahwa pemimpin-pemimpin besar yang pernah ada di dunia, pada awalnya mereka adalah “pemimpi besar”, mereka menjual mimpi mereka dalam bentuk “harapan-harapan” kepada orang-orang disekitarnya. Namun, mereka tidak hanya sekedar memberikan “harapan-harapan kosong”. Mereka (baca: pemimpin) juga memberikan visi (goal atau tujuan) yang jelas, apa akhir dari perjuangannya.

Selain itu, mereka juga memiliki kekuatan misi (langkah-langkah). Artinya mereka memiliki “kerangka kerja” yang kuat untuk mencapai mimpi atau harapan yang telah mereka jual itu. Sehingga pribadi-pribadi pemimpin ini (mereka yang memiliki mimpi dan harapan, serta didukung oleh misi yang kuat) mampu “menyihir” (baca: mempengaruhi) orang-orang disekelilingnya untuk ikut bersama dengannya mewujudkan mimpi-mimpi yang ia hembuskan terus menerus.

Sekarang banyak sekali pemimpin. Ya banyak pemimpin, mulai dari ketua kelas, pemimpin departemen, pemimpin divisi, ketua organisasi ini dan itu, hingga tingkatan tertinggi pemimpin bangsa yaitu presiden. Dari banyaknya posisi pemimpin itu, tidak semua dari mereka memiliki kemampuan untuk memimpin atau yang kita sebut sebagai KEPEMIMPINAN. Banyak pemimpin yang sebenarnya hanya SIMBOL tanpa memiliki sebuah PENGARUH kepada bawahannya. Ini dia inti masalahnya, PEMIMPIN TANPA PENGARUH.

Lalu bagaimana menjadi pemimpin yang berpengaruh? Ikuti tulisan saya berikutnya.

Perkataan-Perkataan Negatif

Banyak sekali kata-kata negative yang ku terima dalam beberapa hari ini. Semua itu terkait dengan keputusanku yang sedikit kontrovesial. Keputusan untuk akhirnya membangun daerahku. Agak berlebihan sepertinya. Lebih tepatnya keinginan untuk kembali ke rumah dan mulai mengembangkan apa yang ku tahu dan apa yang harus aku lakukan untuk lingkunganku.

Luarbiasa memang pengaruh dari lingkungan. Penolakan dan ungkapan-ungkapan negatif itu memang sempat menggoyahkan keyakinanku. Ungkapan itu antara lain, “Kamu akan memasuki dunia baru dan memerlukan energi yang besar untuk beradaptasi.”; “Mau ngapain kamu di Lampung ini.”; “Apa yang mau kamu kerjakan di sana”; dan lain-lain.

Yang ingin ku ceritakan disini adalah, ternyata pengaruh kata-kata negatif itu sangat luar biasa. Seseorang dapat kehilangan kepercayaan dirinya setelah digempur habis-habisan oleh pernyataan-pernyataan negatif dari lingkungannya.

Selanjutnya, yang perlu kita lakukan setelah kita mengetahui bahwa ada godaan berupa perkataan negatif yang kita terima adalah:

- Menjaga niat; mengingat kembali niat kita saat mengambil keputusan tersebut. Jika kita sadar bahwa niat yang kita bawa adalah niat yang baik. Yakinlah bahwa Allah akan mewujudkan niat itu, cepat atau lambat. Itulah sebabnya Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengingatkan bahwa niat itu harus dijaga pada tiga tempat, pertama di awal/ sebelum melakukan sebuah pekerjaan, kedua, saat melakukan pekerjaan dan ketiga saat hendak/ telah menyelesaikan pekerjaan. Dengan mengingat niat kita akan temukan kembali pikiran positif kita.

- Bangun kembali mimpi kita. Bangun kembali ingatan/ imajinasi tentang hadiah atau hasil yang akan kita capai setelah pekerjaan ini selesai. Apa hasil yang ingin kita capai dengan terwujudnya pekerjaan ini. Apakah berupa materi atau yang lainnya. Bangun terus imajinasi akan hasil yang akan kita capai.

- Hindari atau buang jauh-jauh pikiran negatif atau pembicaraan yang hanya akan menghancurkan bangunan imajinasi kita tadi. Jangan biarkan orang lain mengaburkan mimpi kita tentang keberhasilan.

- Bergabunglah dengan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama dengan kita. Mereka akan terus menjaga kita untuk tidak pernah jauh dari niat, mimpi dan visi/ misi yang telah kita rencanakan.

- Carilah dukungan (tim) yang akan mewujudkan mimpi itu. Dengan tim ini, dengan sendirinya kita menciptakan sebuah komunitas orang-orang yang berpikiran positif. Dan kita akan saling menguatkan satu sama lain.

- Jangan pernah ragu dengan apa yang kita kerjakan, selama kita yakin bahwa pekerjaan ini tidak bertentangan dengan hati nurani kita. Jalan terus, nanti biarkan Allah yang akan menunjukkan jalannya.

Hidup ini adalah sebuah perjalanan panjang. Akan banyak sekali godaan dan rintangan yang akhirnya akan menerpa kita. Saat rintangan menghadang, teriakan dalam hati dan pikiran kita, “Aku harus menang, karena memang aku pemenangnya.”

*) tengah malam, bandar lampung, saat pikiran diserang ingatan-ingatan negatif tetang kegagalan