We Are Marshall


“Selalu ada cara untuk memulai”

-Based on true story-

Judul di atas adalah judul sebuah film tentang tim football Amerika (Marshall Univesity/ MU). Film ini di awali dengan kekalahan tim MU dengan tim lain di kandang tim tersebut. MU menjadi tamu dalam pertandingan ini. Namun, uniknya meraka pulang dengan kepala tegak.

Di sini drama itu dimulai, saat akan mendarat ke bandara kota Huntington, Virginia, pesawat tiba-tiba terbakar dan akhirnya meledak dan jatuh tidak jauh dari bandara. Para pendukung MU yang sedang menantikan timnya kembali, berlarian menuju bandara guna memastikan bahwa perikiraan mereka adalah salah. Namun, apa hendak dikata, ternyata pesawat yang jatuh adalah pesawat yang membawa tim kesayangan mereka. Seluruhnya tewas, ada 75 orang dalam pesawat itu, mereka adalah pemain, pelatih dan pendukung yang berada di satu pesawat.

Malam itu, seperti mimpi yang tidak pernah mereka harapkan hadir dalam kesunyian. Orang-orang yang mereka kasihi, orang-orang yang mereka cintai harus mendahuluinya. Hari itu dikenang sebagai hari berkabung kota itu. Kejadiannya sekitar tahun 1970.

Adalah sulit bagi mereka yang terlibat secara fisik dan emosional dengan tim ini untuk akhirnya dapat menerima kenyataan bahwa tim itu telah hilang. Hanya tersisa empat orang yang tidak ikut serta dalam pertandingan itu karena cidera. Sehingga muncul ide dari pimpinan universitas dan dewan kota untuk menutup program beasiswa bagi tim football di universitas itu.

Sebagai catatan, Football (atau sepakbola Amerika atau Rugby) adalah olahraga dengan kasta tertinggi di Amerika. Mereka yang masuk ke dalam tim football adalah orang-orang pilihan yang secara otomatis akan meningkatkan derajat hidup diri dan keluarganya.

Namun, selalu ada cara untuk memulai.

Keinginan untuk membangun tim football kembali hadir dari seluruh elemen mahasiswa kampus Marshall university. Mereka meminta pimpinan universitas dan dewan kota untuk menerima permintaan mereka membentuk tim kembali. Perlu diingat, tim MU tinggal menyisakan 4 orang pemain dan seorang asisten pelatih. Asisten pelatih ini tidak ikut dalam rombongan karena ada tugas “scouting” yang ia kerjakan setelah pertandingan terakhir MU.

Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari pelatih. Hampir tidak ada pelatih yang mau menerima tugas menangani tim yang baru saja hancur dan masih meninggalkan trauma yang mendalam. Tidak hanya civitas akademika namun juga seluruh masyarakat kota itu ikut larut dalam kesedihan kehilangan tim mereka.

bersambung

No comments:

Post a Comment

terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat