Dalam sebuah training di SMA di Kotabumi, saya katakan kepada peserta, “siapa yang mau uang ini.” Sambil saya keluarkan uang Rp. 20.000. Reaksi mereka beragam, ada yang mau maju, ada yang dorong-dorong kawannya, sampai akhirnya ada seorang peserta yang berdiri dan mendatangi saya dan mengambil uang dari tangan saya. Setelah uang di tangan saya diambil, saya minta kepadanya untuk duduk kembali ke tempat duduknya. Untuk selanjutnya, kita pasti tahu reaksi teman-temannya. Mereka semua menyesali tindakan ragu-ragu dan malu-malu mereka.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan seorang professor di Inggris dihasilkan bahwa, orang-orang yang sering sial, memiliki kecenderungan untuk terus sial. Dan orang-orang yang beruntung juga memiliki kecenderungan untuk terus beruntung. Dalam penelitian tersebut, kelompok orang sial dan orang beruntung diberikan tugas untuk menghitung jumlah gambar di sebuah surat kabar. Hasilnya orang-orang beruntung hanya memerlukan waktu tidak lebih dari sepuluh detik dan orang-orang yang sial memerlukan waktu tidak kurang dari satu menit. Mengapa ini terjadi? Karena sebelumnya si professor telah menuliskan sebuah tulisan kecil di halaman kedua surat kabar tersebut, “berhenti menghitung jumlah gambar di surat kabar ini ada 43 buah”. Orang-orang beruntung menemukan tulisan ini dan orang-orang sial melewatkannya.
Profesor tersebut menyimpulkan bahwa ada empat ciri orang yang beruntung, pertama, orang beruntung selalu bersikap positif terhadap peluang, kedua, mengambil keputusan dengan mengandalkan intuisinya, ketiga, selalu berharap kebaikan akan datang, keempat, mengubah yang buruk menjadi baik.
Ketika saya di Medan beberapa tahun yang lalu, saya memiliki pengalaman unik. Waktu itu, saya berjualan buku-buku Islam di sebuah pusat perbelanjaan. Saat saya sedang menawarkan produk buku itu, datanglah seorang pria dengan tampilan yang agak kusut. Dia memperkenalkan diri sebagai seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Medan. Ia juga mengatakan bahwa ia adalah seorang nasrani, saat ini ia akan menikah. Namun, ia memiliki kegemaran membaca buku-buku yang berisi kisah-kisah nabi, termasuk di dalamnya kisah Nabi Muhammad Saw. Ia bertanya, berapa harga buku sirah nabawiyah. Saya katakan harganya sekian ribu. Ia berjanji akan datang besok untuk membelinya.
Saat itu, saya berbaik sangka bahwa dia akan datang besok untuk membeli buku yang dia janjikan itu. Keesokan harinya ia tidak datang, begitu juga dengan hari berikutnya. Saya tetap berbaik sangka bahwa ia akan datang membeli. Teman-teman dan para pramuniaga di sekitar toko kami mengatakan bahwa yang datang itu adalah “ORANG GILA”. Itulah sebabnya saat orang itu bertanya-tanya dan saya meladeninya dengan baik, mereka menahan senyum. Saya tersenyum mengingat itu.
Namun, apa yang terjadi setelah beberapa hari? Saat saya tidak datang untuk menjual buku, teman saya yang lain mengatakan, bahwa kemarin, “orang gila” itu datang lagi dan langsung membeli buku Sirah Nabawiyah. Luar biasa. Makanya saya sering mengatakan, bahwa jangan menyepelekan setiap peluang yang datang kepada kita. Karena sekali kita melewatkannya, hanya penyesalan yang akan datang kepada kita.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan seorang professor di Inggris dihasilkan bahwa, orang-orang yang sering sial, memiliki kecenderungan untuk terus sial. Dan orang-orang yang beruntung juga memiliki kecenderungan untuk terus beruntung. Dalam penelitian tersebut, kelompok orang sial dan orang beruntung diberikan tugas untuk menghitung jumlah gambar di sebuah surat kabar. Hasilnya orang-orang beruntung hanya memerlukan waktu tidak lebih dari sepuluh detik dan orang-orang yang sial memerlukan waktu tidak kurang dari satu menit. Mengapa ini terjadi? Karena sebelumnya si professor telah menuliskan sebuah tulisan kecil di halaman kedua surat kabar tersebut, “berhenti menghitung jumlah gambar di surat kabar ini ada 43 buah”. Orang-orang beruntung menemukan tulisan ini dan orang-orang sial melewatkannya.
Profesor tersebut menyimpulkan bahwa ada empat ciri orang yang beruntung, pertama, orang beruntung selalu bersikap positif terhadap peluang, kedua, mengambil keputusan dengan mengandalkan intuisinya, ketiga, selalu berharap kebaikan akan datang, keempat, mengubah yang buruk menjadi baik.
Ketika saya di Medan beberapa tahun yang lalu, saya memiliki pengalaman unik. Waktu itu, saya berjualan buku-buku Islam di sebuah pusat perbelanjaan. Saat saya sedang menawarkan produk buku itu, datanglah seorang pria dengan tampilan yang agak kusut. Dia memperkenalkan diri sebagai seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Medan. Ia juga mengatakan bahwa ia adalah seorang nasrani, saat ini ia akan menikah. Namun, ia memiliki kegemaran membaca buku-buku yang berisi kisah-kisah nabi, termasuk di dalamnya kisah Nabi Muhammad Saw. Ia bertanya, berapa harga buku sirah nabawiyah. Saya katakan harganya sekian ribu. Ia berjanji akan datang besok untuk membelinya.
Saat itu, saya berbaik sangka bahwa dia akan datang besok untuk membeli buku yang dia janjikan itu. Keesokan harinya ia tidak datang, begitu juga dengan hari berikutnya. Saya tetap berbaik sangka bahwa ia akan datang membeli. Teman-teman dan para pramuniaga di sekitar toko kami mengatakan bahwa yang datang itu adalah “ORANG GILA”. Itulah sebabnya saat orang itu bertanya-tanya dan saya meladeninya dengan baik, mereka menahan senyum. Saya tersenyum mengingat itu.
Namun, apa yang terjadi setelah beberapa hari? Saat saya tidak datang untuk menjual buku, teman saya yang lain mengatakan, bahwa kemarin, “orang gila” itu datang lagi dan langsung membeli buku Sirah Nabawiyah. Luar biasa. Makanya saya sering mengatakan, bahwa jangan menyepelekan setiap peluang yang datang kepada kita. Karena sekali kita melewatkannya, hanya penyesalan yang akan datang kepada kita.